KebonAgung - “Karena hasil sebagai petani selama
ini tidak dapat diandalkan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi bagi
keluarga. Saya memberanikan diri dengan jalan sikap buka usaha batako,” demikian
kata Waldi (47), warga
Desa Kebonagung, Kec. Sumowono-Kab.Semarang pada Jurnalis Media Network Jateng,
Kamis (03/11/2016).
Selanjutnya Waldi
mengatakan, awalnya usaha tersebut sebagai upaya untuk menutupi kekurangan setiap kali hasil panen
selalu merugi. Disamping itu juga dikarenakan kebutuhan ekonomi keluarga makin bertambah,
terutama dalam soal kebutuhan biaya sekolah anaknya.
“Daerah desa
Kebonagung sini kan rata-rata petani sawah dan sayur tadah hujan, dan setiap musim
kemarau sering kekurangan air, serta panennya antara 4-5 bulan. Dari hal ini, sirkulasi
kebutuhan bagi keluarga harus ada dan harus berjalan untuk dipenuhi. Maka dari
itu saya berpikir bagaimana soal kebetuhan keluarga ada tambahan dan dapat
dipenuhi. Kemudian saya memberanikan buka usaha bikin batako,” penuturannya.
Sementara itu
dalam usaha batako, Waldi telah menekuni sekitar satu tahun, yang dibantu seorang teman, kebetulan satu
tetangga, Sarianto (45).
Adapun diketahui
pembuatan batako masih bersifat tradisonal dan manual. Namun dari hal itu,
hasil pembuatan batakonya tidak kalah dengan hasil dari pabrik.
Untuk pengerjaan
batakonya, ia dan temannya dalam sehari dapat menghasilkan 200-250 batako.
Sedangkan soal
harganya, Waldi mengatakan bahwa untuk harga per batako sekitar Rp.2.600, dan harga
itupun diambil ditempat. Sedangkan untuk pemesanan diantar sampai ditempat hanya dikenakan biaya transportasinya
saja.
“Alhamdulillah
dari hasil usaha itu sudah mulai kelihatan dan telah lumayan banyak yang memesan.
Disamping itu juga telah lumayan dapat membuahkan ada nilai hasilnya, serta cukup
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,” katanya tersenyum.
Sementara
itu, disinggung soal kendala dalam usahanya, Waldi menuturkan, pada dasarnya
hanya masalah permodalan
untuk tambahan pembelian peralatan dan armada.
“Kalau untuk
nilai jual pemasaran tidak masalah, hanya saja soal permodalan untuk membeli
peralatan. Dan syukur-syukur bisa beli armada mobil angkutan,” tuturnya.
Apalagi
dalam kurun waktu usaha yang dirintis Waldi bersama Sarianto selama ini, belum ada
sedikit perhatian dari Dinas
Pemerintah setempat dalam bentuk bantuan untuk pengajuan penambahan modal.
“Dari usaha
ini, harapan saya ya tentunya dapat diperhatikan dan dibantu oleh pihak Dinas
pemerintah terkait Pemkab. Semarang. Sebab usaha ini merupakan sebuah usaha rintisan
kemandirian yang dapat dikembangkan terus dan berkelanjutan. Serta sangat
berprospek dan bermanfaat,” jelasnya.