Dalam
Lingkaran
berputar-putar
penari
tak sadarkan diri
mata
terpejam
mengunyah
beling
mempertahankan
hidup yang sulit……
Seklumit sebuah
lirik album ‘Swami’ Iwan Fals & Sawung Jabo. Hal itu menunjukan gambaran realitas
yang sangat jelas, bagaimana seorang penari kuda lumping dalam mengais sekepil
rejeki untuk hidupnya dengan / harus mempertahankan diri pada ritme - ritme
alur sebuah kehidupan yang serba sulit dan penuh resiko. Padahal kita tahu
bahwa tari tradisional tersebut merupakan bagian budaya kaluhuran leluhur
bangsa kita. Dimana tercermin sarat memilki nilai - nilai filosofi adiluhung, aktualisasi
pesan moral dan karakteristik sebuah karya nilai seni.
. Ilustrasi
By: JKY@21 .
Namun sangat
disayangkan, banyak kita jumpai dipinggiran sudut jalan raya. Bagaimana gambaran
orang - orang tersebut. Entah itu dirinya seorang seniman atau hanya pelaku aku
dianggap sebagai seniman yang harus melakukan tindakan mencari sekepil uang
dengan cara menari dengan diiringi alunan beberapa perangkat gamelan. Yang
mana, sesungguhnya dilakukan pada tempat tidak semestinya. Bukankah hal itu
sebuah pemandangan yang tragis dan memalukan? Ataukah nilai seni tari tradisional
kaluhuran leluhur tersebut sudah tak beraura perbawa lagi? Ataukah di era kebebasan
sebuah perubahan yang katanya menjunjung moral seni budaya, sudah tak mau atau bahkan
enggan untuk mengangkat, mengembangkan dan mewadahi tari tradisional seni budaya
tersebut? Ataukah peran dan fungsi pemerintah yang membawahi instansi /
Departemen yang membidangi dalam bidang seni budaya telah mati? Ataukah mungkin
dan jangan - jangan; seni budaya tari tradisional semacam itu sudah tak dapat
dijual atau tak mampu sebagai bahan aset nilai hasil wujud bagi negara?
Ataukah…ataukah…ataukah……………………………………………………………………….........hiaaaaa….!
Sementara dalam
prefektif pemikiran dan hasil penelitian, bahwa kuda lumping / jaran kepang /
jatilan merupakan sebuah tari tradisional budaya warisan nenek moyang, khususnya
masyarakat jawa. Dan ada sejak jaman kerajaan - kerajaan tempo dulu
Adapun tarian
tersebut lahir, menurut sejarah, atas sebuah wujud apresiasi dan ekspresi yang
terbagi menjadi beberapa bentuk / simbol, antara lain;
- Bentuk sebuah simbol
keprihatinan kaum jelata / rakyat terhadap suatu
keadaan adanya ketidakadilan, kepalsuan dan kebohongan.
- Bentuk sebuah simbol bahwa kaum jelata / rakyat juga memiliki kemampuan
(kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan elite kerajaan
yang memiliki bala tentara.
- Bentuk sebuah simbol sebuah tontonan / hiburan yang fundamental dan fenomenal milik kaum
jelata / rakyat.
- Bentuk sebuah simbol sebagai bentuk protesnya kaum jelata / rakyat terhadap kaum penguasa
atas tindakan kesewenang-wenangan.
Kemudian dalam realitas perkembangannya, seni tradisional kuda lumping tidak
hanya tertumpu pada batas tataran grafik budaya misi sosial kemasyarakatan saja.
Namun juga digunakan pada suatu kepentingan historikal misi keagamaan dan
politik.
Oleh karena itu, apapun bentuk dan wujud dalam perkembangannya, merupakan
budaya apresiasi dan ekspresi dari hasil olah karya milik bangsa kita. Dan hal
itu, tentunya diri kita harus bangga untuk dapat menjaga dan memeliharanya
dengan baik. Serta terus mempertahankan dan mengembangkannya. Agar tari
tradisional tersebut tidak tenggelam dan hilang ditelan catatan waktu dari
khasanah berkesenian masyarakat kita.
. Doc. MTM - 21 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar