Lihatlah puncak
gunung menjulang tinggi…
Perkasa menaungi
hamparan keteduhan dan kedamaian…
Lihat kepak
rajawali membentangkan sayapnya…
Terbang gagah bersama
nyanyian semesta alam rayaNya…
…………………………………………………………………………………………………………………
Di bawah lereng kaki gunung Tidar dalam naungan langit
berkabut awan mendung. Cahaya matahari berselimut memalung diam diharibaan ufuk
cakrawala merayu. Sementara disepanjang helaian batas-batas garis hamparan
lahan petani yang bersemayan pepohonan berwarna hijau kekuning-kuningan, begitu
tumbuh dalam kesuburan, keindahan dan keteduhan. Hingga menjadikan aku terpana
dan terkagum….
Namun tanpa aku sadari, ketika mataku memandang disebelah
arah, tepatnya pada batas kanan garis hamparan lahan petani tersebut. Terlihat
dari ketinggian tebing dinding berkarang tanah bebatuan terjal, tampak dua
sosok manusia tengah duduk saling berhadapan pada sebuah beranda rumah kayon
bercungkup genting Jawa. Sepertinya…Kedua sosok tersebut sedang membicarakan
sesuatu hal yang begitu serius.
Dan kemudian….
"Wahai rajawali sayap merah, lingkar awan biru gunung
Tidar....Sesungguhnya aku merasa trenyuh atas diri Sang Begawan Yatsa.
Dimana...Dari sekian perjalanan waktu sebuah perubahan yang telah ia lalui
dengan perjuangan penuh kesabaran, selalu saja dikhianati, dihasut, difitnah,
dan dipecundangi oleh orang terdekatnya yang telah diberi kepercayaan darinya.
Untuk itu, kumohon jaga dan selamatkan diri Sang Begawan Yatsa dan keluarganya
dari hal-hal orang tersebut," penuturan Sang Begawandhinata sambil menatap
langit yang semakin lama gelap.
“Ya tentunya kangmas…Sebab bagaimanapun juga, diri Sang
Begawan Yatsa merupakan satu kesatuan, bagian juga dari diriku. Seperti halnya
aku dengan panjenengan, kangmas…,” jawab rajawali sayap merah, lingkar awan
biru gunung Tidar.
Selanjutnya…Sambil menghela nafas dengan seulas senyum,
rajawali sayap merah melanjutkan perkataannya….
“Bukankah kangmas lebih tau dan banyak telah mendengar atas sepak
terjangku….Manakala dalam setiap kancah pertempuran, masa perubahan, hingga
dalam percaturan politik demi kebaikan dan keselamatan masa depan Negeri ini,
aku senantiasa membayangi ada untuk dirinya. Meskipun diantara aku dan dirinya berbeda
dalam bendera. Namun...Pada dasarnya aku dan dirinya, merupakan satu garis cakrabuana
diantara dua sayap rajawali,”
“Hmmm..ya, aku tau…Maka dari itu, dirimu aku undang datang
kesini untuk membicarakan atas apa yang kurasakan dalam kekawatiran atas diri
Sang Begawan Yatsa dan keluarganya. Karena hal ini menyangkut harga diri dan
demi masa depan bangsa negri ini. Apalagi kau tau…Bukankah dengan keadaan diriku
yang sekarang ini, ditambah berada ditempat yang sudah jauh dengannya, dan tak
mungkin untuk bisa bertemu lagi dengan dirinya…Tidak seperti masa dulu, dimana
ketika aku, kau dan dirinya masih bersama dalam satu tempat ruang lingkup disini…,”
“Iya, saya mengerti dan bisa memahami akan hal ini…Oleh
karena itu, pada saat aku pulang nanti ke Batavia, apa yang kangmas rasakan
dalam kekawatiran pada dirinya, akan aku sampaikan kepadanya…,”
“Terima kasih sahabat…Oh, ya…Ngomong-ngomong, kapan dirimu
pulang ke Batavia?...
“Dikondisikan besok pagi, pada saat cahaya fajar menyingsing
digaris ufuk cakrawala…,”
“Jika demikian, nanti aku titip sekalian surat wasiat
untuknya…,”
“Baiklah, kangmas…Tapi surat wasiat apakah itu kangmas?..,”
“Sebentar kuambilkan, dan nanti engkau boleh membacanya…,”
Kemudian Sang Begawandhinata berdiri bangkit, dan berlalu
masuk kedalam ruang. Selang beberapa jam kemudian diri Sang Begawandhinata datang
dengan membawa selonsong gulungan berwarna merah, dengan renda-renda benang bermotif
bunga emas.
“Inilah surat wasiat dariku…Coba bukalah dan bacalah…,”
Lalu Sang Begawandhinata memberikan selonsong gulungan berwarna
merah, dengan renda-renda benang motif bunga emas itu pada diri rajawali sayap
merah, dan kemudian…
Sementara itu langit diatas gunung Tidar terlihat sudah mulai
terasa semakin pekat dan gelap. Sepertinya, sebentar lagi cuaca akan berubah turun
hujan. Dan akupun harus cepat-cepat bergerak mundur, meninggalkan kedua sosok
tersebut. Hingga aku tak dapat melanjutkan atas alur cerita dari perbincangan
mereka berdua selanjutnya…
***
.Doc.
Cerpen: MTM-1996