Oleh: MT. MUDJAKI
Jelang Pilpres-cawapres dan pileg tahun 2019 mendatang,
media cetak ataupun elektronik dalam memberitakan seputar persaingan bakal
calon presiden (Capres) dan
wakil presiden (Cawapres) pemilu
presiden maupun calon legislatife (Caleg), merupakan peran sangat penting ditengah-tengah
masyarakat pemilih. Karena dari hal tersebut sangat dibutuhkan, dan dijadikan bahan
acuan bagi masyarakat dalam mencari figur yang tepat untuk memimpin Indonesia
kedepan.
Namun atas dasar pijakan pelajaran dengan permasalahan yang
seiring berjalannya waktu pilpres atau pileg dari Tahun 2014, tugas
mulia media dalam payung apapun nama lembaga/istitusinya semakin luntur, bahkan
sudah lepas dari independensinya, terutama pemilik media berkiprah dalam parpol
atau berkecimpung dalam pilpres atau berafiliasi terhadap capres-cawapres atau
pileg tertentu.
Hal itu
kita dapat melihat dan mengamati, dimana dari
pemilik media yang ikut berkompetisi
dalam kancah politik yang menjadikan medianya sebagai sarana penting dan
efektif untuk kampanye, merupakan penyebab utamanya hilangnya independensi media.
Disamping itu manakala dalam mengemas dan menyajikan berita, acapkali tidak pernah menjaga dan mengindahkan sifat netralitas, objetifitas dan transparansi. Bahkan cenderung menyerang dan menjatuhkan capres-cawapres atau pileg tertentu, meskipun pemberitaannya diramu polesan berita pencitraan ataupun mendramatisasi.
Disamping itu manakala dalam mengemas dan menyajikan berita, acapkali tidak pernah menjaga dan mengindahkan sifat netralitas, objetifitas dan transparansi. Bahkan cenderung menyerang dan menjatuhkan capres-cawapres atau pileg tertentu, meskipun pemberitaannya diramu polesan berita pencitraan ataupun mendramatisasi.
Padahal dari aturan yang telah ditetapkan dalam UU Pers, semua
media seharusnya netral, adil, berimbang kepada siapapun capres-cawapres atau
pileg peserta pemilu.
Dan bukankah media massa merupakan pilar keempat demokrasi
seharusnya dapat berperan membangun pendidikan politik yang sehat dan cerdas bagi
masyarakat atau calon pemilih.
Ironisnya, apresiasi sebuah kebebasan dalam pemberitaan terkadang
sudah kebablasan dan lepas jauh dari koridor metode, sikap kemurnian; kode etik
dan aturan kejurnalisan.
Belum lagi ditambah banyaknya media yang bertebaran, memberitakan
berita bohong alias hoax. Yang banyak kita temukan, terutama di dunia media sosial
(Medsos).
Dari hal tersebut diatas jika dibiarkan, dan tidak adanya
sebuah komitmen dan konsisten para insane media dalam mengedepankan independensinya,
maka diprediksikan pemilu pilpres-cawapres atau pileg tidak akan jauh bedanya yang
terjadi pada Tahun 2014.
.Doc: MTM/pede21/https://plus.google.com/+jackymay/Media Network
Jateng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar