Kamis, 12 Juni 2014
Tim Jokowi-JK Mendesak Pemerintah Menindak Pelaku Kampanye Hitam
JAKARTA - Kubu Jokowi-JK mengkritik pemerintah karena dianggap tak mampu meredam kampanye hitam yang diarahkan pada Capres-Cawapres pilihan mereka.
Sementara itu anggota tim kampanye nasional Jokowi-JK, Aria Bima mendesak pemerintah untuk bergerak cepat dan segera menindak para pelaku kampanye hitam.
Dia menilai, hal itu tidak sulit dilakukan, misalnya, meminta Polri harusnya bisa melacak siapa oknum yang menulis sekaligus mengedarkan berita bohong tentang Jokowi di Tabloid Obor Rakyat.
"Apa sih susahnya menangkap orang yang mengedarkan Obor Rakyat?" kata Aria di Media Center Jokowi-JK, Jalan Cemara Nomor 19, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/06/2014).
Menurutnya lebih lanjut, hingga saat ini tabloid yang merugikan capres-cawapres Jokowi-JK itu masih banyak beredar di masyarakat.
"Sampai ini, tim kami masih menemukan Obor Rakyat di Jember," ungkapnya.
Aria juga menyayangkan sikap kemenkominfo yang tak merespon atas kemunculan akun di media sosial yang menyebar fitnah soal Jokowi. Dan dirinya menilai, harusnya pemerintah langsung bergerak cepat dan tidak membiarkan kampanye hitam itu terus terjadi.
“Apalagi jelang pilpres, Joko Widodo
banyak diserang isu negatif. Dan Tabloid
Obor Rakyat memuat berita yang menyebut bahwa Jokowi adalah keturunan Tionghoa
dan ayahnya adalah warga Singapura. Bahkan, tak
tanggung-tanggung tabloid
tersebut juga menyebut PDIP, partai pengusung Jokowi, sebagai partai salib," Ungkapnya.
.Lind@Ant/Dtk/TN//J.21.
Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie: “Penentuan Presiden Dan Wakil Presiden Terpilih, KPU Tak Perlu Meminta Penafsiran Ke MK”
JAKARTA - Dalam regulasi penentuan presiden dan wakil presiden terpilih, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak perlu meminta penafsiran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, KPU cukup mendiskusikannya dengan kedua tim pasangan capres, dan menegaskan dalam peraturan KPU.
Apalagi, hingga saat ini KPU belum memutuskan regulasi yang akan dipakai dalam menentukan presiden dan wakil presiden terpilih. Oleh karena itu KPU di hadapkan pada aturan konstitusi dan UU Pilpres menyangkut syarat yang harus dipenuhi presiden dan wapres terpilih.
Pada pasal 6A UUD 1945 menyebutkan, mengenai syarat menentukan presiden dan wapres terpilih. Yaitu, yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilih umum dengan sedikitnya 20 persen di setiap provinsi. Suara itu tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Adapun regulasi soal suara di provinsi juga tertuang dalam UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres. Dalam pasal 159 ayat 1 disebutkan, pasangan calon terpilih mesti memperoleh suara lebih dari 50 persen dan harus memperoleh sedikitnya 20 persen suara di setidaknya separuh dari total provinsi di Indonesia.
"MK tidak bisa memberi fatwa, hanya bisa menerima perkara. Jadi lebih baik KPU undang kedua pasangan tim sebelum pemungutan suara, dan tegaskan dalam PKPU," kata Jimly, di kantor DKPP, Jakarta, Kamis (12/06/2014).
Selanjutnya mantan Jimly mengatakan, setelah mendiskusikan dengan kedua tim pasangan capres, KPU langsung menuangkan kebijakannya dalam peraturan. Meski langkah tersebut tidak menutup kemungkinan digugat, namun merupakan alternatif paling tepat.
Sebab, lanjut Jimly, terjadinya perdebatan mengenai aturan tersebut karena semua ahli memiliki cara menafsirkan sendiri. Padahal membaca konstitusi seharusnya disesuaikan dengan kondisi terkini.
"Sekarang hanya ada dua pasangan calon, anggaplah satu pasangan suaranya hanya banyak di Pulau Jawa saja. Lalu kalau diulang putaran kedua apakah akan berubah, " ungkap Jimly.
Sementara Komisioner Ida Budhiati mengatakan, KPU menyiapkan dua alternatif. Pertama, mengajukan uji tafsir ke MK tentang aturan penentuan presiden dan wakil presiden yang tertuang dalam UUD 1945 dan UU Pilpres Nomor 42/2008. Kedua, akan menegaskan dalam peraturan KPU sebagai kekuatan hukum yang akan dipakai dalam penentuan hasil pilpres. Artinya, KPU akan merevisi Peraturan KPU nomor 21/2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Serta Penetapan Pasangan Capres dan Wapres Terpilih 2014.
.Lind@Ant/Rep/JMP-21.
Rabu, 11 Juni 2014
Plt Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahatja Purnama: “Saya Lebih Mendukung Prabowo Sebagai Presiden 2014”
JAKARTA - Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahatja Purnama atau lebih akrab dipanggil Ahok ternyata lebih
menjagokan Prabowo Subianto sebagai presiden, bukannya Jokowi partnernya di DKI 1.
Pengakuan
ini ditegaskan Rabu kemarin (11/06/2014)
di Balai Kota, di sela kesibukannya
dalam menggantikan
tugas kerja Jokowi
sebagai Gubernur DKI Jakarta.
“Saya tegaskan bahwa saya lebih
mendukung pasangan Prabowo-Hatta
Rajasa sebagai Presiden-Wakil
presiden Republik
Indonesia. Alasannya Prabowo-Hatta Rajasa
bisa membangun keselarasan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,”
jelasnya.
Dirinya menambahkan, jika Prabowo terpilih sebagai presiden, diyakini
dia menuntaskan program pembangunan DKI Jakarta yang sempat terganjal di
tingkat Pusat. Dan Prabowo
juga dinilai tegas dan mendukung reformasi birokrasi yang selama ini berjalan
setengah hati.
Adapun bentuk dukungan Ahok ini, dia
ditunjuk sebagai anggota tim penasehat Prabowo-Hatta cabang Jakarta. Namun dengan demikian, hingga saat ini hubungan dengan Jokowi tetap berjalan
lancar. Bahkan dirinya
berharap,
Jokowi bisa kembali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta jika rakyat
berpendapat lain.
“Masih banyak agenda tugas yang
harus diselesaikan oleh Jokowi,” tuturnya.
Mantan
Bupati Belitung Timur ini juga menginginkan Jokowi jangan mengundurkan diri
dari Gubernur jika kalah dalam Pilpres mendatang.
Diketahui sebelumnya, Ahok merupakan figur kandidat
wakil gubernur yang diusung oleh Partai Gerindra, untuk diduetkan bersama
Jokowi dalam Pilkada DKI. Setelah dilantik sebagai wakil Gubernur DKI
Jakarta, Ahok ditugasi membenahi birokrasi internal pemerintahan Jakarta yang
dinilai terlalu rumit. Dan telah membawa angin perubahan di
lingkungan pemerintahan DKI. Salah satunya dia selalu mendokumentasikan rapat
kerja antar intansi yang kemudian diunggah ke Youtube.
Dan hal tersebut, menurutnya ini merupakan bagian
dari transparansi kerja. Selain itu Ahok tak segan-segan memarahi
bawahannya yang kerjanya tak becus, atau tak sesuai dengan perencanaandan
peraturan.
.Lind@Ant/Rep/JMP-21.
Minggu, 08 Juni 2014
Panglima TNI Jendral Moeldoko:”Netralitas TNI Harga Mati Dan Saya Siap BertanggungJawab"
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal
TNI Moeldoko menegaskan,
dirinya
siap mempertanggungjawabkan netralitas TNI kepada Tuhan dan Negara. Dan hal itu bukan hanya sekedar
bicara.
“Netralitas
TNI adalah harga mati. Oleh
karena itu,
dirinya menjamin TNI tetap netral. Dan tidak boleh ada satu prajuritpun yang melakukan
kampanye dalam mendukung salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
dalam Pilpres 2014 ini. Tidak ada perintah komando bagi anggota TNI untuk
mendukung salah satu calon dan tidak ada perintah dari pimpinan TNIAgar jalannya Pemilihan Presiden dapat berjalan dengan baik,” jelas Moeldoko di Jakarta dengan tegas.
Dalam kesempatan tersebut, Panglima TNI membantah adanya isu kecenderungan Babinsa (Bintara Pembina Desa) yang mendukung salah satu pihak Capres-Cawapres.
Dalam kesempatan tersebut, Panglima TNI membantah adanya isu kecenderungan Babinsa (Bintara Pembina Desa) yang mendukung salah satu pihak Capres-Cawapres.
“Kan sesudah dan
sebelumnya, perintah dari atas sudah jelas bahwa TNI bersikap
netral dalam Pemilu 2014. Dan tugas Babinsa adalah menjaga stabilitas keamanan
rakyat sekitar”, terang
Moeldoko.
Untuk itu, masyarakat dihimbau dapat melakukan cara-cara yang baik, sehingga kejadian di sudut-sudut daerah dapat terjaga dan teratasi dengan baik.
Untuk itu, masyarakat dihimbau dapat melakukan cara-cara yang baik, sehingga kejadian di sudut-sudut daerah dapat terjaga dan teratasi dengan baik.
”Bila ada
oknum TNI yang melakukan menyimpangan dalam Pilpres ini, foto dia, cari
saksinya, setelah itu laporkan ke pimpinannya. Bukan mengembangkan isu yang
semrawut seperti ini”, himbuannya.
Lebih lanjut Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, bahwa Babinsa bukan milik salah satu partai politik, bukan miliknya siapa-siapa tetapi Babinsa adalah milik seluruh rakyat Indonesia.
Lebih lanjut Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, bahwa Babinsa bukan milik salah satu partai politik, bukan miliknya siapa-siapa tetapi Babinsa adalah milik seluruh rakyat Indonesia.
“Babinsa bukan hantu, jadi tidak perlu ditakuti.
Dia juga bukan malaikat, bukan boneka, yang ketika tidak suka lalu dikunci di
lemari. Kalau ada kesalahan, jangankan Babinsa, Komandan Kodim (Dandim) saja
kami copot”, jelas
Panglima TNI.
Jenderal Moedoko menambahkan, siapapun yang menjadi pemimpin nasional akan membutuhkan struktur teritorial. Karena saat ini kekuatan TNI tidak mencukupi rasio seluruh Indonesia. Panglima TNI meminta kepada para Babinsa agar tetap bekerja dan jangan kendor dengan situasi seperti ini.
Jenderal Moedoko menambahkan, siapapun yang menjadi pemimpin nasional akan membutuhkan struktur teritorial. Karena saat ini kekuatan TNI tidak mencukupi rasio seluruh Indonesia. Panglima TNI meminta kepada para Babinsa agar tetap bekerja dan jangan kendor dengan situasi seperti ini.
"Saya perintahkan kepada seluruh Babinsa
untuk tegar melakukan tugas dan dilarang melakukan penyimpangan sedikitpun. Dan seluruh tanggung jawab ada di pundak Panglima," tegas Jenderal Moeldoko.
.Lind@Ant/ELS/Rep/JMP-21.
Langganan:
Postingan (Atom)