Oleh:
MT. Mudjaki
Kita sering
melupakan dan enggan mengaktualisasikan, bahkan mendokumentasikan sebuah
pengetahuan, pengalaman, pendalaman karakter hingga sampai penemuan soal-soal
yang ada dilingkungan sekitar kita untuk merefleksikan sisi-sisi kehidupan dan
kemanusiaan yang bermakna dan berarti. Meskipun dengan cara yang sederhana,
berupa puisi / cerita pendek (CERPEN). Padahal diketahui, hal tersebut dapat
menjadi ruang tersendiri bagi kita untuk sedikit merenggangkan jeda waktu
diudara terbuka luas. Dimana, ketika diri kita lagi galau/suntuk dalam
kehidupan sehari-hari, ada kalanya pada saat kita mengalami hal tersebut, kemudian
kita tulis, walaupun hanya satu paragraph atau satu kalimat saja dalam sebuah
cerita. Tanpa tersadari, kadang kita terhenyak kaget dan bahkan tersentuh oleh
kedahsyatan indah dan mulianya bahasa atau sastra tersebut. Oleh sebab itu,
kenapa kita tidak terus menerus untuk menulis menjadi cerita berbuah karya
nyata. Dan kita tidak perlu berpikir apa yang terjadi atau berangan-angan sampai
muluk-muluk menyembul langit. Apakah cerita karya kita baik atau awut-awutan. Diminati
hanya pada kalangan terbatas ataupun tidak sama sekali.
Sementara banyak
sekali karya-karya cerpen yang bertebaran dan telah ditulis oleh kalangan
penulis yang sudah di/terkenal. Entah diera jaman tahun 45an sampai diera awal
tahun 2000an. Apalagi diera sekarang ini ‘Pintu
Dunia’ bagi dunia sastra sudah diberikan ruang seluas-luasnya. Hingga dapat
terakses dan terpublikasi diruang media cetak (Koran, majalah tabloid dll),
elektronik (radio, tv) dan maya (internet). Tidak hanya terbatas pada kalangan
seniman intelektual murni akademis saja. Namun juga pada kalangan masyarakat
umum. Yang terpenting dapat berimajinasi, berani menulis, mau belajar, tak
surut tetap terus mengembangkan dan cinta akan potensi/kemampuan akan nilai
seni yang ada pada diri kita sendiri. Khususnya dalam bidang karya seni sastra.
Pada dasarnya diri
manusia sesungguhnya diciptakan oleh Sang Maha Pencipta telah bersemayam
memiliki ruh potensi jiwa seni (baik itu; tari, lukis, patung maupun suara).
Meski dalam diri manusia tersebut hanya sebatas pemerhati atau penikmat saja. Dan
hanya saja tidak tahu; apa dan bagaimana yang harus dilakukan dan diperbuat? Padahal
organ-organ yang terbentuk ada pada diri manusia, seperti otak, hati, mata,
tangan, kaki dan mulut merupakan sumber daya kemampuan, berpotensi dapat
menciptakan imajinasi terwujud karya nyata yang indah dan mengagumkan.
Oleh karena itu,
mari kita menggali, menapak dan mengolah sisi potensi apa dan bagaimana yang
ada di diri kita. Hingga kita dapat bertabur petik menjadi biji-biji keindahan,
keteduhan dan kemulyaan. Serta dapat menemukan suatu apa saja yang lebih jauh
luasnya, tak terbatas ruang / waktu dan demensinya.
Ada lima catatan kata-kata
mutiarakoe dibawah ini sebagai bahan renungan dan motifasi bagi kita yang cinta
akan dunia sastra, bahwa;
1. “Ketika kita mengenal jagad sastra, itu berarti kita
akan kenal dan tahu karakteristik dunia manusia, baik bening ataupun keruh.
Bahkan utuh dan jauh tak terbatas ruang waktu. Meskipun wujud jagadnya hanya
berupa sebuah symbol.”
2. “Aku adalah sastra, sastra adalah jiwaku dan jiwaku
adalah bebas tak terbatas atas apa dan bagaimana kehendak alam dalam
ketetapanNYA ( Sang Maha Kuasa).”
3. “Mengalirlah jernih seperti air, bergulirlah lembut
seperti udara. Meskipun diantara keduanya belum bisa terwujud warna
hakekatnya.”
4. “Sesungguhnya pelajaran dan pengajaran suatu
keindahan, kemulyaan dan kedamaian itu bersumber ada pada bahasa (sastra)-NYA.
Entah bersifat tertulis (tersurat) maupun tidak tertulis (tersirat).”
5. “Jadikan pengetahuan seni sastra itu dapat
mengapresiasikan refleksi sisi-sisi kehidupan dan kemanusiaan yang bermakna
manfaat. Meskipun hanya dapat dilakukan secara sederhana.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar