Kab.Semarang – Bambang Wijono (57) merupakan sosok petani pengembangan budidaya tanaman lada (Mrica) asal Desa Kuncen, RT.13/RW.III, Karang Duren, Tengaran-Kab.Semarang yang terbilang sukses, teladan dan banyak orang mengenalnya. Apalagi diketahui dirinya dikenal sosok yang sangat sederhana, bersahaja dan mau terbuka berbagi pengalaman dalam hal-hal soal pertanian maupun perkebunan.
Dalam pengembangan
budidaya tanaman tersebut, menurut Bambang adalah upaya hasil kemandirian
keluarga dan bagian dari rintisan awal turun temurun dari mendiang kakeknya.
“Alhamdulillah
semua hasil pengembangan tanaman lada ini merupakan hasil kemandirian, meskipun
awalnya rintisan dari keluarga, mendiang kakek buyut saya sekitar tahun 1920
lalu, dan dilanjutkan pada titiknya pada diri bapak saya sekitar 1980 dan selanjutnya
dipecah pengembanganya ke lahan keluarga lainnya tahun 1999,” tuturnya, Jumat
(26/03/2016) siang
Selanjutnya dirinya
menjelaskan, bahwa penanaman tanaman pohon lada ini dilakukan dikarenakan
masyarakat daerah desa sini belum ada yang menanam tanaman lada. Apalagi daerah
sini tektur tanahnya sangat subur dan sangat berpotensi.
“Karena
masyarakat daerah desa sini dulunya belum ada yang menanam, dan diketahui di
daerah ini sangat subur, berpotensi dan cocok, maka mendiang kakek yang
diturunkan ke bapak saya, yakni Suwarno mencoba dan melakukan penanaman. Dan Alhamdulillah
berhasil hingga sampai sekarang ini, meskipun dari hal itu dilakukan dalam
proses pasang surut atau berkelanjutan dari tahun ke tahun,” jelasnya.
Sementara dalam
penanaman dan pengembangan tanaman pohon lada itu dilakukan di dua tempat
lahan, yakni di tempat tanah milik peninggalan mendiang kakeknya seluas -+1
Hektar dengan sekitar 1000 pohon lada, serta dilahan milik Bambang Wijono sendiri
sekitar -+1/2Ha, hampir kurang lebih 350 pohon lada. Sedangkan dari penanaman
dan pengembangan tersebut dimulai awalnya dari sistem biji, yang kemudian dilakukan
rata-rata melalui sistem penyetekan.
Adapun ditanyakan
soal nilai hasil panen dan penjualan ladanya, Bambang menuturkan untuk masa
panen sekitar -+1-1,5 tahun jenis lada untuk sistem setek, sedangkan -+2,5-3
tahun yang dari sistem biji. Dan dari hasil panen semuanya, biasanya sudah ada
pembelinya dan itupun langsung datang kerumahnya.
“Jadi sekarang
ini kita tidak susah-susah atau repot-repot lagi dalam soal penjualan hasil
panen harus dibawa ke pasar, karena para pembelinya langsung datang sendiri,
dan sudah pada yang tau. Apalagi jaman sekarang ini akses dan komunikasi sangat
mudah,” katanya tersenyum.
Dan untuk harga
ladanya, Bambang Wijono mematok harga rata-rata Rp. 170.000/Kg untuk jenis lada
putih. Sedangkan yang jenis hitam sekitar Rp.175.000/Kgnya.
Setelah dari nilai
hasil jerih keringat dari pengembangan dan penanaman pohon lada yang selama ini
telah dilakukan oleh diri Bambang Wijono dan keluarganya mencapai sukses, serta
membuahkan hasil yang berprospek masa depan. Masyarakat sekitar daerah tersebut
sekarang ini mulai terbuka dan banyak yang antusias untuk mengikuti jejaknya.
.Doc: MTM/GD-N/Media Network
Jateng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar