Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(Kemenpupera) melalui Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kemenpupera
Maurin Sitorus menyatakan, kesiapannya menghadapi kemungkinan adanya gugatan
terhadap
Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) ke Mahkamah Konstitusi
(MK).
"Kita dan DPR siap untuk mempertahankan UU Tapera apabila di kemudian hari adanya gugatan
dari pihak luar," kata
Maurin Sitorus, Kamis (09/03/2016).
Selanjutnya,
dirinya mengatakan, UU Tapera merupakan amanat dari Undang-Undang No.1/2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam rangka mewujudkan pemenuhan
kebutuhan perumahan bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR). Dalam
pelaksanaannya, dibutuhkan dana sekitar Rp.500 triliun per tahun untuk pembiayaan
perumahan.
Sementara diperkirakan dana awal yang dapat
terkumpul dalam Tapera hanya sebesar Rp.50
triliun. Karenanya, keberadaan Tapera akan banyak membantu menambah biaya
penyediaan perumahan ketimbang tidak ada sama sekali.
Ke depan, pembelian rumah oleh masyarakat akan
semakin sulit dari saat ini, bahkan tidak bisa ditangani dalam jangka waktu
pendek. Itulah dasar pemerintah menggulirkan program Tapera dan Sejuta Rumah.
“Dalam melihat masalah perumahan kita harus
memperluas wawasan seperti apakah masalah perumahan itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy telah menyatakan berniat tetap membantu mewujudkan program sejuta
rumah dari sisi pengembang.
"Memang untungnya sedikit, tapi ini adalah suatu kewajiban dan
kita juga melihat ada potensi bisnis di situ. Namun dari hal tersebut, ia
dan anggotanya pun berjanji turut membangun rumah murah untuk MBR." kata Eddy menyakinkan.
.Perumahan Bersubsidi Dibangun Bukan Untuk Investasi.
Sementara banyak
diketahui, perumahan bersubsidi hampir tidak tepat sasaran bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR). Namun rata-rata kebanyakan perumbahan bersubsidi tersebut,
dijadikan untuk investasi.
Dari hal itu,
tentunya subtansi imagenya perumahan bersubsidi dibangun akan berubah bukan
lagi sebagai/untuk MBR, tapi menjadi rumah investasi bagi Masyarakan
Berpenghasilan Tinggi (MBT) atau bermodal.
Oleh karena itu melalui
Deputi
Bidang Pembiayaan Sri Hartoyo, Kamis (26/06/2014) mengatakan, bahwa Kemenpupera meminta
kepada masyarakat yang telah memiliki rumah bersubsidi dari pemerintah untuk
tidak menjualnya kepada orang lain.
Pasalnya, rumah bersubsidi bukan dibangun untuk investasi, melainkan untuk
memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Untuk itu kami berharap masyarakat tidak menjual
rumah bersubsidi yang telah dimilikinya. Sebab, pasokan rumah bersubsidi saat
ini masuh belum mampu mencukupi kebutuhan rumah masyarakat yang terus meningkat
setiap tahunnya,” ujarnya.
Selanjutnya Sri
Hartoyo menyatakan,
pihaknya tidak memungkiri adanya pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan
dengan menginvestasikan uangnya dengan membeli rumah bersubsidi yang harganya
murah.
Jika hal
tersebut terjadi, tentunya
sangat merugikan karena masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang menjadi
sasaran pembangunan rumah bersubsidi malah tidak dapat membeli rumah bersubsidi
tersebut.
“Rumah bersubsidi itu bukan untuk investasi masyarakat yang
memiliki modal besar, tapi untuk membantu mereka yang berpenghasilan rendah
agar dapat memiliki rumah yang layak huni,” jelasnya.
Untuk mendorong daya beli MBR terhadap rumah
bersubsidi tersebut, Kemenpera mendorong agar masyarakat bisa memanfaatkan KPR
dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP) yang suku bunganya sangat rendah yakni 7,25 persen
dan angsuran ringan dan tetap selama masa tenor angsuran.
“Masyarakat harus benar-benar memanfaatkan rumah
subsidi untuk penghunian dan tidak menjual rumah tersebut, karena pemerintah
juga telah membuat sanksi-sanksi pada masyarakat yang melakukan pengalihan
rumah subsidi yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah,” tandasnya.
Lebih lanjut Sri Hartoyo menerangkan, ke depan
apabila masyarakat benar-benar terpaksa menjual rumah bersubsidi tersebut maka
mereka harus menjualnya kembali melalui pemerintah.
Hal ini untuk mengendalikan harga jual rumah
subsidi dan menjaga agar peruntukan rumah subsidi memang benar-benar
tepat sasaran.
Sri Hartoyo menerangkan, rumah bersubsidi dari
pemerintah baik itu rumah tapak maupun rumah susun hanya dapat disewakan dan
atau dialihkan kepemilikannya dengan beberapa alasan, yakni:
- Adanya pewarisan.
- Rumah subsidi untuk rumah tapak tersebut telah dihuni lebih dari lima tahun.
- Untuk satuan Rusun setidaknya telah dihuni lebih dari 20 tahun.
- Pindah tempat tinggal akibat peningkatan sosial ekonomi.
- Untuk kepentingan bank pelaksana dalam rangka penyelesaian kredit atau pembiayaan bermasalah.
Kemenpera dan bank penyalur dana KPR FLPP akan melakukan verifikasi ke lapangan (Sidak, red) guna melihat
kelayakan kredit yang disalurkan serta ketepatan sasaran rumah bersubsidi
tersebut.
Jadi apabila ada masyarakat yang menyalahgunakan
bantuan pembiayaan KPR FLPP dari pemerintah maka mereka akan dikenakan sanksi
dari pemerintah.
Adapun sanksi bagi
masyarakat yang melanggar ketentuan pengalihan rumah, maka mereka akan dikenakan sanksi
berupa, diantaranya: 1. Pembatalan
jual beli rumah ke pengadilan, 2. Rumah
tersebut akan diambil
alih oleh pemerintah, dengan harga
penggantian sesuai harga perolehan awal, 3. Mengembalikan
kemudahan/bantuan pemerintah, dan 4. Sanksi pidana sesuai Pasal
152 UU Nomor: 01 Tahun 2011 dan
Pasal 115 UU Nomor 20 tahun 2011.
.Doc:MTM/Ant/Rep/Hms/Media Network Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar