Jakarta - Tim kuasa hukum Presiden Direktur PT
Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon, tidak sependapat dengan putusan
majelis hakim yang menolak nota keberatan yang diajukan oleh penasihat hokum, dan pihaknya berencana akan kemabali mengajukan
banding terkait putusan sela majelis hakim tersebut.
"Ya kalau eksepsi kami akan banding, cuma karena perkara ini kan harus jalan terus. Banding dilakukan bersama-sama setelah proses perkara," kata Otto, usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (02/10/2014}.
Selanjutnya Otto mengungkapkan, pihaknya masih mempertanyakan mengenai dakwaan jaksa yang menyebut bahwa Artha Meris memberikan uang suap sebesar US$522,5 Ribu kepada Rudi Rubiandini. Kerena, menurutnya, Rudi menyatakan tidak pernah menerima uang tersebut.
"Kan menurut jaksa, kata Deviardi dia menerima uang dari Meris dan memberikan ke Rudi. Katanya 'ini Pak, ada uang', tapi Rudi mengatakan tak pernah menerima," ujarr Otto.
Terkait adanya penyebutan, bahwa Artha Meris memberikan uang kepada Rudi dalam putusan majelis hakim terhadap Rudi, Otto berkilah kalau pemberian itu bukan dari kliennya, melainkan dari orang lain. Dan dia berpendapat, pemberian uang yang disebut dari kliennya itu harus dibuktikan lagi.
"Justru ini yang akan dibuktikan sekarang, apakah betul ada pemberian itu. Kan Deviardi ini mesti dilihat perannya. Dia kan perantara. Apa betul dia menerima dari Meris dan memberikan ke Rudi," kata dia.
Sementara itu, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menolak nota keberatan yang diajukan oleh terdakwa dugaan suap terhadap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Artha Meris Simbolon.
Adapun dalam pemaparannya, Majelis Hakim menilai bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Artha Meris sudah diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap. Hal tersebut membantah eksepsi dari pihak Artha Meris yang menyebut dakwaan jaksa terkait pemberian uang terhadap Rudi Rubiandini, tidak diuraikan secara cermat dan juga tidak jelas.
Dan karena surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dinilai sudah memenuhi persyaratan, Hakim berpendapat surat dakwaan harus dinyatakan sah menurut hukum.
"Memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk melanjutkan persidangan ini dengan memeriksa dan mengadili terdakwa Artha Meris Simbolon dengan surat dakwaan penuntut umum sebagai dasar pemeriksaan perkara," ujar Hakim.
"Ya kalau eksepsi kami akan banding, cuma karena perkara ini kan harus jalan terus. Banding dilakukan bersama-sama setelah proses perkara," kata Otto, usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (02/10/2014}.
Selanjutnya Otto mengungkapkan, pihaknya masih mempertanyakan mengenai dakwaan jaksa yang menyebut bahwa Artha Meris memberikan uang suap sebesar US$522,5 Ribu kepada Rudi Rubiandini. Kerena, menurutnya, Rudi menyatakan tidak pernah menerima uang tersebut.
"Kan menurut jaksa, kata Deviardi dia menerima uang dari Meris dan memberikan ke Rudi. Katanya 'ini Pak, ada uang', tapi Rudi mengatakan tak pernah menerima," ujarr Otto.
Terkait adanya penyebutan, bahwa Artha Meris memberikan uang kepada Rudi dalam putusan majelis hakim terhadap Rudi, Otto berkilah kalau pemberian itu bukan dari kliennya, melainkan dari orang lain. Dan dia berpendapat, pemberian uang yang disebut dari kliennya itu harus dibuktikan lagi.
"Justru ini yang akan dibuktikan sekarang, apakah betul ada pemberian itu. Kan Deviardi ini mesti dilihat perannya. Dia kan perantara. Apa betul dia menerima dari Meris dan memberikan ke Rudi," kata dia.
Sementara itu, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menolak nota keberatan yang diajukan oleh terdakwa dugaan suap terhadap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Artha Meris Simbolon.
Adapun dalam pemaparannya, Majelis Hakim menilai bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Artha Meris sudah diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap. Hal tersebut membantah eksepsi dari pihak Artha Meris yang menyebut dakwaan jaksa terkait pemberian uang terhadap Rudi Rubiandini, tidak diuraikan secara cermat dan juga tidak jelas.
Dan karena surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dinilai sudah memenuhi persyaratan, Hakim berpendapat surat dakwaan harus dinyatakan sah menurut hukum.
"Memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk melanjutkan persidangan ini dengan memeriksa dan mengadili terdakwa Artha Meris Simbolon dengan surat dakwaan penuntut umum sebagai dasar pemeriksaan perkara," ujar Hakim.
.Kronologis Kasus.
Diketahui, Presiden Direktur PT
Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon didakwa telah memberikan uang
sejumlah US$522.500 kepada Rudi Rubiandini selaku Kepala Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Uang tersebut
diberikan secara bertahap kepada Rudi melalui pelatih golfnya, Deviardi.
Atas perbuatannya itu, Artha Meris didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara untuk dakwaan kedua, Artha Meris didakwa melanggar Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Atas perbuatannya itu, Artha Meris didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara untuk dakwaan kedua, Artha Meris didakwa melanggar Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar