Kamis, 03 November 2016

Hasil Sebagai Petani Tidak Mencukupi Kebutuhan Ekonomi Hidup Bagi Keluarga, Waldi Cari Nilai Tambah Bikin Batako

KebonAgung - Karena hasil sebagai petani selama ini tidak dapat diandalkan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi bagi keluarga. Saya memberanikan diri dengan jalan sikap buka usaha batako,” demikian kata Waldi (47), warga Desa Kebonagung, Kec. Sumowono-Kab.Semarang pada Jurnalis Media Network Jateng, Kamis (03/11/2016).

Selanjutnya Waldi mengatakan, awalnya usaha tersebut sebagai upaya untuk menutupi kekurangan setiap kali hasil panen selalu merugi. Disamping itu juga dikarenakan kebutuhan ekonomi keluarga makin bertambah, terutama dalam soal kebutuhan biaya sekolah anaknya.

“Daerah desa Kebonagung sini kan rata-rata petani sawah dan sayur tadah hujan, dan setiap musim kemarau sering kekurangan air, serta panennya antara 4-5 bulan. Dari hal ini, sirkulasi kebutuhan bagi keluarga harus ada dan harus berjalan untuk dipenuhi. Maka dari itu saya berpikir bagaimana soal kebetuhan keluarga ada tambahan dan dapat dipenuhi. Kemudian saya memberanikan buka usaha bikin batako,” penuturannya.
Sementara itu dalam usaha batako, Waldi telah menekuni sekitar satu tahun, yang dibantu seorang teman, kebetulan satu tetangga, Sarianto (45).

Adapun diketahui pembuatan batako masih bersifat tradisonal dan manual. Namun dari hal itu, hasil pembuatan batakonya tidak kalah dengan hasil dari pabrik.

Untuk pengerjaan batakonya, ia dan temannya dalam sehari dapat menghasilkan 200-250 batako.
Sedangkan soal harganya, Waldi mengatakan bahwa untuk harga  per batako sekitar Rp.2.600, dan harga itupun diambil ditempat. Sedangkan untuk pemesanan diantar sampai ditempat hanya dikenakan biaya transportasinya saja.

“Alhamdulillah dari hasil usaha itu sudah mulai kelihatan dan telah lumayan banyak yang memesan. Disamping itu juga telah lumayan dapat membuahkan ada nilai hasilnya, serta cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,” katanya tersenyum.

Sementara itu, disinggung soal kendala dalam usahanya, Waldi menuturkan, pada dasarnya hanya masalah permodalan untuk tambahan pembelian peralatan dan armada.

“Kalau untuk nilai jual pemasaran tidak masalah, hanya saja soal permodalan untuk membeli peralatan. Dan syukur-syukur bisa beli armada mobil angkutan,” tuturnya.

Apalagi dalam kurun waktu usaha yang dirintis Waldi bersama Sarianto selama ini, belum ada sedikit perhatian dari Dinas Pemerintah setempat dalam bentuk bantuan untuk pengajuan penambahan modal.

“Dari usaha ini, harapan saya ya tentunya dapat diperhatikan dan dibantu oleh pihak Dinas pemerintah terkait Pemkab. Semarang. Sebab usaha ini merupakan sebuah usaha rintisan kemandirian yang dapat dikembangkan terus dan berkelanjutan. Serta sangat berprospek dan bermanfaat,” jelasnya.