Rabu, 31 Oktober 2012

Fenomena Ledakan Mesiu Sang Penyair . Sekepil Catatan ‘AKU’ Karya Chairil Anwar .

Ketika seorang penyair menuangkan sebuah karya dalam hal  ini  puisi. Pada dasarnya digunakan sebagai media / wadah menumpahkan ledakan uneg-uneg, amarah, asmara, kritik sosial dll yang berujung pada harapan, cita-cita dan keinginan. Kita memang tidak dapat secara riil mengukur seberapa besar kandungan isi dan arti / mesiu dalam proses  peledakan tersebut, bahkan secara naluripun apakah kita dapat tahu; ledakan itu tidak akan terjadi, karena api yang membakar sumbu tiba-tiba meninggalkan gegap yang tak terjadi.
      Karya yang fenomenal secara jelas tidak bisa kita rangkumkan dalam satu kata pencirian. Karena, bisa jadi ia dihujam oleh berbagai latar yang melatar belakangi, atau karya tersebut adalah proses kontemplasi yang lama setelah membaca keadaan. Bahkan, dapat juga karakteristik yang melahirkan karakter sebuah karya yang secara insidental tercipta hanya beberapa menit.
Marilah kita mengingat puisi ‘Aku’nya karya Chairil Anwar. Lalu perhatikan, bahwa karya tersebut adalah murni lahir menunjukan siapa si pengarang. Apalagi hal itu, hampir dilakukan oleh setiap pengarang saat melakukan proses penulisan. Kemudian, kenapa sampai sekarang puisi tersebut masih terus meregenerasi bagi pembaca untuk kembali dan kembali takjub oleh karenanya?
Pertayaannya; Apakah puisi tersebut sudah masuk ke ranah fenomenal? Lalu, bagaimana dengan penyair di abad sekarang ini? Dapatkah melahirkan sebuah karya yang fenomenal seperti penyair – penyair sebelumnya?
Sebagai catatan: mampukah diri kita yang mengaku / sebagai penyair dapat melahirkan ledakan mesiu sebuah karya yang fenomenal?
. Doc: MT.M – 21/MLI

Ranah Hidup Me (ranahi) Diri Dalam Ruang Kehidupan; ‘Apa, Kenapa Dan Bagaimana’



 Oleh: MT. Mudjaki
Pada umumnya diri manusia terus mencari dan mencari diluar dirinya. Meskipun yang ada pada dirinya sudah / telah diberi / memiliki; akal pikiran, ilmu pengetahuan, rumah mewah, jabatan / kedudukan, mobil mewah, kemampuan, keahlian, keyakinan dan....bla..bla..bla.….sampai beragama-bertuhan. Namun kenyataannya manusia masih saja tidak ada puasnya. Bahkan semakin jauh untuk terus menapak hingga dalam konteks realitas suatu pemahaman tertentu, tak bisa memahami ‘Apa, Kenapa dan Bagaimana’ eksistensi dan kapasitasnya. Dan malah justru berada ditengah persimpangan dengan membalut mata jiwa keras, angkuh, sombong dan serakah. Hal ini menunjukan identitas dan karakteristik diri manusia sudah hilang akan jati dirinya sebagai makhluk sempurna. Apalagi kita tahu; Di zaman yang serba mengedepankan ranah hidup bertaburan sifat materalistik, kapitalistik, hedonistik, liberalistik dan egoistik. Membuat tata ruang peradaban dan kebudayaan nilai - nilai ‘kaluhuran leluhur’ yang ada pada bangsa kita, seperti dalam bersosialisasi, kebersamaan, toleransi dan saling mengasihi. Kenyataannya sudah tak mampu lagi membuncah untuk mengembalikan nilai - nilai tersebut. Dan bahkan mulai luntur dan pudar.
Dalam Ranah hidup, Me (ranahi) diri dalam ruang kehidupan ‘Apa, Kenapa dan Bagaiamana’. Pada dasarnya sebuah tema yang mau saya sampaikan, merupakan sekepil bentuk apresiasi sebuah perpaduan dari terjemahan beberapa karya-karya tulisan ‘Mutiaraku’ dalam; “Sang Jurnalis Merah Putih : Olah Kata Dalam Ucapan, Tulisan Dan Pemikiran”. Hal tersebut, guna sebagai cermin kaca benggala, bahan motifasi, inspirasi, perenungan. Serta energi jalan untuk membuka mata jiwa dan mata hati kita ( kesadaran ) dalam memahami proses kehidupan ini dengan mengisi sesuatu; mana yang dianggap bermakna, baik, penting / perlu dilakukan dan diselesaikan. Serta apakah nantinya dapat berdaya guna manfaat ataukah tidak sama sekali. Bukan hanya sebatas pada lingkup diri sendiri, teman, keluarga. Tetapi juga bagi orang lain / masyarakat luas.
Kita tahu dan sadar akan suatu pertayaan – pertanyaan dalam benak diri; Bukankah setiap manusia selama masih hidup dan mau berproses dalam kehidupan ini, pastilah akan dihadapkan dan mengalami hal - hal seperti; kesusahan, persoalan - persoalan, keterkanan, penindasan dan segala ujian - ujian yang menjadikan hambatan / beban bagi hidup. Dan bukankah setiap manusia tidak ingin terbelenggu akan hal - hal seperti itu ? Dan bukankah setiap manusia menginginkan dalam hidupnya teduh, tenang, bahagia dan damai ? Dan bukankah hidup tidak hanya sebatas kehidupan dunia ini saja ? Dan…dan…dan…bukankah.……………………………………………………...................Hioooo...!
Oleh karena itu, saya ingin mencoba menggambil beberapa karya - karya tulisan mutiaraku, antara lain;

1. “Hidup adalah beban kesanggupan yang harus dijalani. Untuk itu, penuhilah hidup ini dengan kesadaran dan kesabaran.”

2. “Berjalanlah sesuai kodrat yang telah diberikanNYA, kepadamu. Sebab disitulah lumbung hakekat nikmat dan rahmat yang sesungguhnya.”

3. “Jika seseorang mempunyai keinginan, harapan dan impian karena didorong oleh suatu prasangka - prasangka buruk dan tidak memiliki keyakinan kuat. Maka yang didapat hanyalah kehampaan dan kekecewaan.”

4. “Orang yang tabah adalah: orang yang selalu dan siap merasakan sakitnya cambuk kehidupan.”

5. “Orang yang shaleh adalah: orang yang senantiasa selalu mengagungkan DIA, Bukan mengagung - agungkan dirinya.”

6. “Kita lahir tak memiliki nama, tapi kita mati meninggalkan nama. Sesungguhnya baik buruknya nama kita terletak pada amalan yang mengiringinya.”

7. “Jika hidup kita memegang hakekat dunia untuk kebahagia'an akherat telah / dapat terwujud. Maka, pada dasarnya bukan semata - mata diukur dari nilai sebuah keinginan saja. Tetapi juga diukur atas dorongan dari nilai sebuah keyakinan (iman) itu sendiri.”

8. “Hidup adalah sesuatu kebutuhan dan sesuatu kebutuhan haruslah diperjuangkan. Agar hidup dalam mencari sesuatu kebutuhan dikehidupan ini menjadi hidup. ‘Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane lan Mumpung pijer srengengene, mumpung pener pasuryane’ .”

9. “Penerapan keindahan dan kedamaian wujud hidup bertoleransi dalam kehidupan telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta, tergambar ada pada pelanggi. Sebab disitulah cermin hakekat Sesungguhnya.”

10. “Ketika pencarian proses hidup yang berpeluh tak resah dalam suatu kehidupan, itu ‘lebih baik’. Sebab hal itu penentu hakekatnya pemahaman nilai wujud kehidupan yang sebenarnya.”

11. “Jadikanlah suatu kenyata’an hal; terjepit, tersulit bahkan tersakiti dalam hidup kita, sebuah makanan yang lezat penuh nikmat. Yakinlah, Allah Sang Maha terAmpuh tidak akan menutup diriNYA untuk memberikan jalan kemudahan dan mengangkat tinggi derajat kita kelak ( di Akherat ).”

12. “Janganlah memandang keburukan itu buruk, siapa tahu dibalik keburukan ada kebaikan dan janganlah memandang / mengagung - agungkan kebaikan itu baik, siapa tahu dibalik kebaikan itu ada keburukan, bahkan kebusukan.”

13. “Bagiku, untuk berjiwa besar memberikan pengertian, pemahaman dan kesadaran suatu penyelesaian persoalan hidup adalah: Jangan ter / dipaksa oleh kehendak, namun dengan tetap berlaku prinsip; ‘Mengalah bukan berarti kalah, mengalah bukan berarti salah’ .”

Jadi sangatlah jelas, uraian yang telah tertulis diatas dengan dukungan beberapa karya - karya tulisan mutiarakoe. Meskipun hanya sebatas implisit prefektif aktualisasi dan apresiasi diri. Namun hal tersebut, semoga dapat memberikan suatu inspirasi, padangan atau pemikiran - pemikiran yang lebih luas. Serta, tentunya menjadikan sebuah catatan dan kesimpulan tersendiri, yang bermanfaat makna bagi realita hidup kita masing - masing.

Salam damai dalam reintrospeksi. Dan semoga keberkahan senantiasa tercurahkan untuk kalian semua, amien.

Jumat, 19 Oktober 2012

Mengurai Ketrampilan Tangan-tangan Mungil Lewat Karya Seni ‘Finger Painting’



Oleh: MT. Mudjaki

Memberikan pendidikan pelajaran mengaktualisasikan sebuah karya seni lukis bagi anak tidak perlu membutuhkan media, bahan dan peralatan yang khusus atau pokok. Namun dengan sarana media cukup sederhana dan mudah didapat, berbahan tempung kanji, pewarna makan, tawas, air, bubuk sabun dan sedikit minyak goreng. Kemudian diolah dan dicampurkan (sesuai pewarna yang dinginkan) akan menghasilkan cat berbagai warna. Kemudian dari hasil warna-warna tersebut, kita tempatkan pada muk / mangkok kecil. Lalu sediakan kertas manila / karton putih yang dibawahnya diberi alas Koran. Sebagai tempat pada saat anak-anak mengapresiasikan gambar.
Dalam finger painting, anak-anak dapat bebas menuangkan imajinasinya yang akan diwujudkan. Entah mau menggambar pelanggi, gunung, matahari, bulan, laut, ikan dll. Apalagi diketahui, pada dasarnya dalam pelajaran figer painting sangat mudah dan tidak terlalu jlimet. Serta tidak ada suatu aturan baku yang harus dipelajari seperti apa yang ada pada seni lukis pada umumnya. Hanya cukup diarahkan bagaimana menggunakan warna dan bagaimana tangannya menggores bentuk-bentuk gambar yang akan dituangkan. Namun yang terpenting adalah bagaimana memotifasi dan menumbuhkan keberanian pada diri anak-anak untuk dapat berani menuangkan daya imajinasi, kreatifitas dan cinta akan nilai seni.
Adapun dilihat dari hasil prosentase kecenderungan minat anak-anak pada pelajaran finger painting, khususnya di Tingkat sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) sangat tinggi peminatnya. Dimana setiap pelajaran tersebut saat diberikan oleh gurunya, rata-rata anak-anak tidak pernah absen untuk tidak mengikuti. Dan hasilnyapun tidak mengecewakan. Bahkan terlihat bagus-bagus, menarik dan memilki karya nilai seni. Hal ini menunjukan bahwa mengajarkan karya seni lewat finger painting pada anak-anak TK ternyata lebih mudah dan efektif. Bahkan dapat menumbuh kembangkankan anak-anak menjadi lebih kreatif, berbakat dan reaktif akan imajinasinya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau pelajaran finger painting sudah menjadi pelajaran dalam program pengajaran wajib. Baik itu ProTa (Program Tahunan), Promes (Program semester), RKM (Rencana Kegiatan Mingguan) dan RKH (Rencana Kegiatan Harian).  

Rabu, 17 Oktober 2012

“Realisme, sebuah gerakan penolakan visual kebohongan Romantisme dan Neoclassisme’’



 Oleh: MT.Mudjaki

Lahirnya karya lukisan realisme (aliran realis : nyata) pertama kali diperkenalkan Goustav Courbet, (Ornans, 1819-1877). Oleh karena itu dirinya dijuluki sebagai bapak pelukis Realis dunia. Adapun istilah paham realis diambil dari istilah yang kemudian masuk kedalam wilayah estitika untuk visual pemaknaan. Sementara adanya penyebutan realisme merupakan sebuah kalimat Courbet yang secara langsung bernada mengejek dan reaktif atas aliran romantik dan Neoklasik. Dimana kedua aliran tersebut, dianggap sebuah karya lukisan yang hanya menvisualkan sesuatu penuh kebohongan (tidak ada wujud faktanya). Dan bahkan para pelukisnya cenderung menggambarkan hanya sebatas penonjolan perihal keindahan saja.
Sementara manifesto yang ditulis Courbet menyatakan bahwa; Jadikan seni lukis sebagai sesuatu yang hidup (Art Vivant). Artinya seni adalah sesuatu yang jujur dan pelukis harus menjadi saksi bagi jamannya. Oleh karenanya, pelukis harus betul-betul melukis sebagaimana yang ia lihat dalam kehidupan nyata (sebenarnya).
Adapun sejarah pemikiran adanya gerakan realisme yang disampaikan Goustav Courbert adalah berasal dari gurunya, seorang filosof Proundhon yang berpaham sosialis. Dimana pemikiran tersebut merupakan seuatu yang nyata (realis) masalah sosial. Seperti halnya pengambaran para kelas pekerja kasar, kaum buruh yang dirampas haknya oleh kelas pemodal (kelas papan atas). Oleh sebab itu, dalam sebuah pandangan dan pemikirannya, bekerja untuk kehidupan sehari-hari, seni seharusnya melukiskan manusia dalam kodrat ketulusan dan kejujuran. Bukan sekedar mengores polesan hal-hal kehidupan dengan hanya semata-mata pada keindahan saja.
Karya-karya Coubet kebanyakan sebuah symbol bentuk perlawanan yang memperjuangkan realisme dalam lukisan. Hal itu tampak dari salah satu karya lukisannya “Stone Breaker” Th. 1850. dimana karya tersebut mengambarkan kelas pekerja kasar. Dan sementara pada karya “A Burial at Ornans” yang dianggap karya master peace Courbet. Yang mana ia ingin mengatakan bahwa romantisme (aliran romantis) dan neoclassisme (aliran neoklasik) sudah berakhir.
Gerakan realisme yang dibawa Courbert dalam sebuah realita sejarah sempat menuai kontroversi dan belum bisa diterima ditengah zamannya. Dimana gerakan tersebut dianggap kental bermuatan ideologi sosialisme. Sehingga menimbulkan perdebatan dan penolakan, terutama dari pihak gereja yang masih kental dan kuat pengaruh doktrin Kristen. Dan fragmen dari kisah kontroversi ini mengakibatkan Courbet harus rela mendekam dalam penjara. Namun atas kejadian tersebut dan selanjutnya, fakta menunjukan bahwa realisme yang telah diperjuangkan Courbet tidak padam. Malah semakin tumbuh besar dan subur berkembang. Bahkan banyak melahirkan nama-nama seniman-seniman besar dan terkenal seperti Jean-Francois Millet, Edouard Manet dan Ilya Repin. Hal ini menunjukkan apa yang telah diperjuangkan Courbet telah terbukti menjadi; “Realisme adalah realitas dan realitas adalah pandangan hidup sebuah kejujuran bukan sebuah kebohongan”. 

Senin, 15 Oktober 2012

Secuil catatan kertas sang penulis; ‘Apa Dan Bagaimana yang ada pada diri kita’ (Kemauan Dan Kemampuan Pada Dunia Sastra)


Oleh: MT. Mudjaki

Kita sering melupakan dan enggan mengaktualisasikan, bahkan mendokumentasikan sebuah pengetahuan, pengalaman, pendalaman karakter hingga sampai penemuan soal-soal yang ada dilingkungan sekitar kita untuk merefleksikan sisi-sisi kehidupan dan kemanusiaan yang bermakna dan berarti. Meskipun dengan cara yang sederhana, berupa puisi / cerita pendek (CERPEN). Padahal diketahui, hal tersebut dapat menjadi ruang tersendiri bagi kita untuk sedikit merenggangkan jeda waktu diudara terbuka luas. Dimana, ketika diri kita lagi galau/suntuk dalam kehidupan sehari-hari, ada kalanya pada saat kita mengalami hal tersebut, kemudian kita tulis, walaupun hanya satu paragraph atau satu kalimat saja dalam sebuah cerita. Tanpa tersadari, kadang kita terhenyak kaget dan bahkan tersentuh oleh kedahsyatan indah dan mulianya bahasa atau sastra tersebut. Oleh sebab itu, kenapa kita tidak terus menerus untuk menulis menjadi cerita berbuah karya nyata. Dan kita tidak perlu berpikir apa yang terjadi atau berangan-angan sampai muluk-muluk menyembul langit. Apakah cerita karya kita baik atau awut-awutan. Diminati hanya pada kalangan terbatas ataupun tidak sama sekali.
Sementara banyak sekali karya-karya cerpen yang bertebaran dan telah ditulis oleh kalangan penulis yang sudah di/terkenal. Entah diera jaman tahun 45an sampai diera awal tahun 2000an. Apalagi diera sekarang ini ‘Pintu Dunia’ bagi dunia sastra sudah diberikan ruang seluas-luasnya. Hingga dapat terakses dan terpublikasi diruang media cetak (Koran, majalah tabloid dll), elektronik (radio, tv) dan maya (internet). Tidak hanya terbatas pada kalangan seniman intelektual murni akademis saja. Namun juga pada kalangan masyarakat umum. Yang terpenting dapat berimajinasi, berani menulis, mau belajar, tak surut tetap terus mengembangkan dan cinta akan potensi/kemampuan akan nilai seni yang ada pada diri kita sendiri. Khususnya dalam bidang karya seni sastra.
Pada dasarnya diri manusia sesungguhnya diciptakan oleh Sang Maha Pencipta telah bersemayam memiliki ruh potensi jiwa seni (baik itu; tari, lukis, patung maupun suara). Meski dalam diri manusia tersebut hanya sebatas pemerhati atau penikmat saja. Dan hanya saja tidak tahu; apa dan bagaimana yang harus dilakukan dan diperbuat? Padahal organ-organ yang terbentuk ada pada diri manusia, seperti otak, hati, mata, tangan, kaki dan mulut merupakan sumber daya kemampuan, berpotensi dapat menciptakan imajinasi terwujud karya nyata yang indah dan mengagumkan.
Oleh karena itu, mari kita menggali, menapak dan mengolah sisi potensi apa dan bagaimana yang ada di diri kita. Hingga kita dapat bertabur petik menjadi biji-biji keindahan, keteduhan dan kemulyaan. Serta dapat menemukan suatu apa saja yang lebih jauh luasnya, tak terbatas ruang / waktu dan demensinya.
Ada lima catatan kata-kata mutiarakoe dibawah ini sebagai bahan renungan dan motifasi bagi kita yang cinta akan dunia sastra, bahwa;

1. “Ketika kita mengenal jagad sastra, itu berarti kita akan kenal dan tahu karakteristik dunia manusia, baik bening ataupun keruh. Bahkan utuh dan jauh tak terbatas ruang waktu. Meskipun wujud jagadnya hanya berupa sebuah symbol.”

2. “Aku adalah sastra, sastra adalah jiwaku dan jiwaku adalah bebas tak terbatas atas apa dan bagaimana kehendak alam dalam ketetapanNYA ( Sang Maha Kuasa).”

3. “Mengalirlah jernih seperti air, bergulirlah lembut seperti udara. Meskipun diantara keduanya belum bisa terwujud warna hakekatnya.”

4. “Sesungguhnya pelajaran dan pengajaran suatu keindahan, kemulyaan dan kedamaian itu bersumber ada pada bahasa (sastra)-NYA. Entah bersifat tertulis (tersurat) maupun tidak tertulis (tersirat).”

5. “Jadikan pengetahuan seni sastra itu dapat mengapresiasikan refleksi sisi-sisi kehidupan dan kemanusiaan yang bermakna manfaat. Meskipun hanya dapat dilakukan secara sederhana.”


Jumat, 12 Oktober 2012

Kesederhanaan Yang Tidak Sederhana


Memilih sesuatu memerlukan kecermatan dan keberanian, serta perhitungan yang njlimet. Dalam antologi puisinya MT. Mudjaki memberi nama kesederhanaan itu adalah suatu pilihan yang dijadikan suatu titik dalam menentukan bentuk maupun isi, juga makna dalam berproses kreatif mengungkapkan pengalaman estetisnya melalui media bahasa. Kesederhanaan mungkin maksudnya mudah dicerna, dipahami. Memang bila kita membaca satu persatu puisi-puisi hasil goresannya kebanyakan puisinya yang naratif sangat sederhana dalam bentuk maupun kandungan maknanya, begitu sederhananya kata-kata itu tidak meninggalkan jejak, akan tetapi banyak juga puisi yang tidak sederhana bila kita masuk ke dalam wilayah isi dengan meresapi dan menggali makna yang terkandung dalam puisi-puisinya. Puisi-puisinya yang menurut pakar sastra dalam penggolongan jenis puisi; tergolong puisi sufistik, walaupun ditulis dengan bahasa sederhana namun mengandung nilai intrinsic yang begitu padat dan dalam.

Dalam kesederhanaan MT. Mudjaki, ada puisi (menurut tangkapan saya) lahir begitu saja. Sederhana, mengalir tanpa riak gelombang yang menimbulkan aspek kejut jadi bikin nglangut, tetapi banyak juga puisi yang lahir melalui proses panjang dari gagasan diendapkan dalam rasanya lalu dikawinkan dengan teknik dan kaidah-kaidah penulisan puisi yang secara tidak langsung didapatkan dalam pergaulan kepenyairannya.

Konon menurut para pakar sastra puisi yang baik adalah yang kreatif (kebaruan), diksi yang digunakan adalah yang terpilih untuk mewakili ekspresi jiwanya, metaforis dan multi interpretasi (meluas), memberikan ruang yang luas bagi imajinasi pembacanya. Sedangkan, menulis yang berhasil katanya adalah apabila terjadi transfer of feeling, ada pemindahan perasaan. Itu kata pakar. Tetapi berekspresi seni adalah wilayah kemerdekaan, mau melukis mangga, pisang, jambu atau pemandangan sokarajaan atau dekoratifnya Bali yang gampang dicerna (malah kadang tidak perlu dicerna) monggo, mau yang ekspresif, surealis, abstrak juga silahkan, mau bikin lagu cucak rowo, jazz, Kitaro, Kenny G, Didi Kempot, Narto Sabdo silahkan. Karena, masing-masing punya wilayah dan apresiasinya sendiri, yang terpenting adalah keberanian untuk memilih dan terus menjaga eksistensinya.

Wilayah kemerdakaan panglimanya adalah rasa. Puisi-puisi MT. Mudjaki telah mewakili jiwanya, menjadi curahan jiwanya bila mau menapak lebih jauh lagi menjadi curahan rasa yang melalui “Rohso” yang akan menjadi perbawa dan dapat ditangkap oleh pembacanya. Sebuah pertanyaan yang mengendap dalam diri saya, apakah sejujurnya sederhana benar-benar telah menjadi pilihan dalam melahirkan “anak-anak jiwanya”?? hanya MT. Mudjaki yang tahu dan tak ada seorangpun yang bisa menyalahkannya. Tapi, hidup berubah dan milyaran kata-kata siap untuk dipetik di langit imajinasi kita. Mari kita nikmati kesederhanaan yang tidak sederhana yang kita kira.

.Sanggar Pintu Kosong Banjarnegara, 2 Juli 2009
( Drs. Drajat Nurangkoso, Sekretaris Dewan Kesenian Kab. Banjarnegara ) 

Sekepil Catatan Bagi Seorang Penulis


                                                         Oleh: MT. Mudjaki

Dalam penulisan sebuah karya, tentulah dapat memberikan ruang tersendiri, bukan hanya bagi si penulisnya tetapi juga bagi pembaca, pemerhati dan pengamat.
Oleh karenanya, apapun bentuk / wujudnya sebuah karya, baik itu cerpen, novel, puisi, syair dan sajak, ditentukan bagaimana dan apakah sudah memenuhi kaidah – kaidah / aturan dan teknik. Seperti halnya, dalam penulisan dengan mengunakan kata dan bahasa yang indah, jelas, terarah dan terukur. Serta secara teoritis tentunya melewati ruang-ruang seperti kosakata, diksi, makna denotasi dan konotasi, bahasa kiasan, gaya bahasa, pencitraan, sarana retorika, dan versifikasi ( pembaitan – tipografi ). Semua itu menjadi sarana yang utuh dalam memberi arti dan makna. Adapun untuk nilai arti dan makna dapat bersifat / mengandung nilai religius, moral, budi pekerti ( piwulang / pitutur / nasehat ), sains, pendidikan, lingkungan dan sebagainya. Namun yang terpenting adalah niat, semangat dan keberanian berkreasi, berkarya dalam pemikiran / pengembangan ide – ide / gagasan sebagai siklus khasanah nilai seni budaya. Hal itu akan menjadikan nyawa atau jiwa aktualisasi, ekspresi kemerdekaan tersendiri bagi si penulis.
Sementara dalam mengaktualisasikan sebuah karya, penulis dapat menuangkan dalam bentuk berupa catatan curhatan rasa yang dialami dalam kesehari-harian (antologi). Atau rangkuman sebuah karakteristik yang fenomenal suatu keadaan / lingkungan alam. Entah bersifat yang telah terjadi maupun yang akan terjadi ( tersirat, tersurat ). Bahkan dapat juga terwujud dari hasil dalam; laku lakon wigati dan piwulang ( sufistik, peringatan, dan pengajaran ). Oleh karena itu, apapun bentuknya sebuah karya ya tetap karya yang merupakan nilai hasil yang memerlukan energi dan waktu. Serta tidak mudah semua orang dapat menuangkan akan hal itu.

Tips: ‘Prosentase Manfaat Kandungan Air Putih Dalam Tubuh Kita’


Tubuh diri manusia sangat memerlukan adanya air. Terutama air putih. Sebab air putih sangat baik bagi kesehatan, kesegaran dan mengatur suhu badan. Serta dapat menambah aktivitas fungsi organ-organ tubuh. Adapun jika mengalami kekurangan air tubuh akan mengalami dehidrasi, lemas, lelah, pusing, mulut dan lidah terasa kering, air seni sedikit dan terlihat pekat.
Menurut cacatan hasil penelitian rekomendasi US Nasional Resarch Council, AS, bahwa organ tubuh manusia dalam sehari mengkosumsi air 200 liter/8 gelas dengan prosentase kandungannya adalah:
Otak                                74,8%          Jantung                            79,2%
Paru-paru                          79%             Darah                               83%
Lambung                          99%             Ginjal                               82,7%
Otot                                75,6%          Tulang                              22%
Sementara untuk prosentase aktivitas / kebutuhan yang diperlukan dalam 1 jam antara lain:
Tidur                       0,17% = ¼ gelas     Duduk                    0,24% = ¼ gelas
Berdiri                    0,36% = ¼ gelas     Berjalan Pelan          0,44% = ¼ gelas
Menyapu                 0,54% = ½ gelas     Bersepeda               0,77% = ¾ gelas
Berlari                     1,28% = 1 ½ gelas  Berenang                0,96% = ¾ gelas

.Sumber: Poedjaji, Anna (Dasar-dasar Biokimia, JKT) /Team.

Kamis, 11 Oktober 2012

Implisit sekilas Profil


Menapak senja bukan menjadikan kendala bagi hidup ibu Uci untuk tetap semangat dalam berusaha dan berjuang dalam usahanya warung sederhananya. Dimana usaha tersebut ia rintis sudah sejak puluhan tahun. Adapun warung sederhananya dikenal memiliki ciri dan selera citra rasa yang tinggi dan nikmat. Maka tidak heran jika banyak orang yang datang untuk menikmati menu hidangan yang disajikan. Tidak hanya orang sekitar kampung, namun juga dari Instansi, perkantoran. Bahkan juga dari luar kota. Apalagi dirinya dikenal ramah dan supel. Mengenai soal harga dijamin cukup memenuhi kantong dan toleransi akan nilai berbagai hidangan. Warung sederhana tersebut teletak cukup strategis, tepatnya dipinggir jalan arah menuju Kelurahan Petompon Semarang.
.MTM.

Klips Stand Kab. Boyolali Dalam Expo Desa Vokasi Tingkat Jateng Th. 2012 Di Kota Salatiga


PeDe.1 Agus Sucipto Saat Menerangkan Pada salah satu Pengungjung

PeDe.2 Mejeng photo bersama

PeDe.3 Kerajinan Sabun Dari Bahan Susu   

PeDe.4 Kerajinan bahan kain perca

PeDe.5 Kerajinan bahan tulang dan alat rumah tangga Bahan Alumunium       

PeDe.6  Kerajinan ukir bahan akar kayu jati


 .MTM.

Selasa, 09 Oktober 2012

Kentang Goreng “Aneka Rasa”


Kentang Goreng “Aneka Rasa”
By: Ibu Iik. S

Bahan:
Kentang  ½ kg
Tepung Beras 2 sendok makan
Air Putih secukupnya
Rasa / Bumbu Perasa (BBQ, Balado, Jg. Manis, Pizza dll / Sesuai selera)

Cara Membuat:
Kupas ketang terus rendam dalam air dan kemudian iris panjang-panjang dengan menggunakan pisau bentuk ulir.
Buat adonan tepung beras yang telah dicampur dengan air putih (sampai encer). Kemudian tuang kentang kedalam adonan. Setelah itu goreng sampai matang.
Taburi rasa yang diinginkan menurut selera lalu kocok sampai merata. Dan siap untuk disajikan dalam keadaan selagi hangat. (Dapat ditambah memakai saos tomat/sambal)
Catatan: untuk -+5 orang

Menggenal Gaya Lukis ‘Realisme’ Sosok Seniman Slamet Santoso


Salatiga - Siang merambat menuju Sore dengan cuaca begitu cerah. Ketika saya dengan didampingi Subagyo seniman patung figuratife surealisme dan namanya pernah terangkat di berbagai media, Jumat (05/10/2012) pukul 14.00 WIB, mengajak untuk dapat menyempatkan diri bertandang dirumah salah satu temannya seorang seniman lukis, Slamet Santoso (67). Dimana nama Sosok Slamet Santoso  cukup dikenal dan cukup sukses di kota Salatiga. Apalagi diketahui, banyak karya-karyanya sering dipamerkan dikota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang. Bahkan di tahun 2000 pernah dipamerkan dimancanegara, tepatnya di kota Roma, Italia.
Dirumahnya yang terkesan sederhana dijalan Merbabu No. 36, Salatiga. kedatangan saya disambut penuh keakraban dan keteduhan. Hingga menambah suasana nilai kesan tersendiri. Dalam pertemuan, saya menanyakan bagaimana awal suka duka dirinya berkecimpung pada dunia lukis.
Kemudian Slamet menjelaskan; pada dasarnya yang saya sukai dalam dunia seni lukis adalah keindahan dan kedamaian dalam penuangan menjadi sebuah karya nyata. Sementara kalau dukanya, jika dalam menuangkan suatu keindahan dan kedamaian menjadi sebuah karya nyata tidak ada nilai hasil wujudnya atau alias muspro (Jawa. Red). Disamping itu, dalam melukis juga harus dituntut untuk tahu karakteristik yang akan dituangkan dan harus mengakar pada nilai seninya. Sebab hal tersebut menunjukkan eksistensi dan indentisitas diri seorang seniman punya rasa cinta terhadap suatu proses berkreasi dan berkarya dalam mengangkat sebuah tema, gagasan/ide, goresan dan corak. Baik itu melukis tentang alam, manusia maupun binatang.
“Jadi seorang seniman  harus tahu karakteristik yang akan dituangkan. Baik tema, gagasan, goresan dan corak. Untuk soal suka duka ya, dinikmati saja dengan indah dan damai,” katanya sambil tersenyum.



.Photo: JKY@21.

Adapun disinggung soal perkembangan dunia lukis dalam menyikapi arus teknologi modern, baginya tidak mempersoalkan. Malah menjadikan picu semangat terus berkarya. Apalagi seni lukis sesungguhnya telah memiliki ruang nilai hasil dan wujud tersendiri, bahkan nilai jualnya. Bukan pada satu atau dua hari saja, tetapi entah berapa tahun nantinya.
“Lukisan itu tidak akan lekang oleh jaman. Selama senimannya tetap eksis berkarya, ya tidak menjadi soal. Dan perlu diketahui, bahwa seorang seniman lukis menghasilkan lukisan dimana semakin umurnya tua dan punya nilai seni tinggi tentunya sangat mahal harganya. Jadi itulah uniknya dunia seni lukis,” jelas dia sambil tertawa mempersilahkan saya untuk menikmati secangkir teh hangat.

.MTM.