Jumat, 27 Juli 2018

Jelajah Doa Kepasrahan Dan Harapan

‘Bukankah waktu terus berjalan dalam putaran semesta kisah cerita kehidupan ini. Dan bukankah disetiap dari semesta kisah cerita kehidupan ini, merupakan sebuah perputaran bagi bahan renungan dan kesadaran itu sendiri. Oleh karena itu, tak ada seorangpun yang bisa menyangkalnya, ataupun mengingkarinya dari hal itu.’


S
ementara itu, ketika kesendirian menikam kerapuhan jiwa yang sepi. Dan gemuruh langit menghantar kesunyian malam. Di atas pembaringan kasur mungil berwarna biru muda di sudut kamar. Tampak sekali, jika Betty dengan hati yang tengah dilanda keresahan atas dorongan pikirannya yang sedang mengembara terbang kemana-mana. Sehingga membuat sekujur tubuhnya terasa tak enak. Apalagi ditambah dengan suasana malam semusim hujan yang membentangkan curahan alir air yang begitu derasnya.
Tetapi di saat waktu menunjukan pukul 21.15 WIB, dirinya merasakan, sepertinya ada sesuatu yang aneh. Yang akhirnya, mau tidak mau harus bangkit dari pembaringan. Kemudian, dirinya duduk dengan posisi kedua telapak tangan mengatup tepat diwajahnya, serta kepala menunduk menghadap pada sebuah salib yang berdiri diatas altar meja persembahan doa. Lalu…Sambil menarik nafas dalam-dalam dan perlahan-lahan, Betty pun akhirnya memanjatkan sebuah doa;
“Ya Tuhan Yesus...Kenapa aku merasakan hal semacam ini? Padahal aku tidak mau kalau hari-hariku selalu dibayangi oleh cerita masa lalu yang buruk. Jujur, aku lebih baik hidup sendiri, jika cinta yang telah dibangun, pada akhirnya, haruskah terhenti menyakitkan. Untuk itu, Ya Tuhan Yesus…Berilah aku kekuatan, agar dapat memilih pilihan pasangan hidup yang terbaik bagiku selamanya. Amien..Terpujilah namaMu,” ucap jerit hati Betty sambil kedua telapak tangannya menutup wajahnya.
Kemudian dirinya bangkit, meskipun sedikit agak tergunjang. Lalu mencoba meraih sebuah catatan-catatan diarynya. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kembali kisah perjalanan masa lalunya. Dan perlahan-lahan..Satu-persatu, lembaran diarynya itu ia buka.
Adapun dari sekian lembaran catatan-catatan itu. Ada satu lembaran catatan yang membuat hati Betty tiba-tiba terasa sesak, hingga membuat air matanya menetes terurai. Dan kemudian…
“Maafkan aku Mike…Aku selama ini telah berbohong kepadamu, soal siapa aku sebenarnya. Namun dari semua ini, sesungguhnya aku tetap mencintaimu, dan sangat menginginkan dirimu menjadi pedampingku selamanya. Oh, Tuhan Yesus…Ampunilah diriku, dan lepaskanlah aku dari cobaan ini,” kata Betty sambil memeluk guling.
Sementara dari balik jendela kamarnya. Terlihat deras gemericik suara hujan masih terdengar derainya, seakan menyembunyikan tetes demi tetes airmata yang telah teruraikan dalam isi hatinya. Sehingga jalan impian yang akan dilalui nantinya, sepertinya semakin terjal, pelik dan berliku.
Tetapi dari hal itu…Dalam hatinya yang terdalam, dengan keyakinan penuh rasa optimis, Betty akhirnya mengambil sebuah keputusan untuk tetap mengalir dalam alur takdir, atas apa yang telah ditetapkan dariNya.  Dan itupun akan ia jalani, apapun yang akan terjadi nantinya.
Sementara dengan keputusan hatinya yang demikian itu. Dibawah keremangan temaran keteduhan lampu dalam kamarnya, Betty akhirnya merapatkan kedua matanya, lalu menangkup lelap pasrah dalam dekapan sang malam yang bertaburkan semusim derai gemericik air hujan, hingga jelangnya pagi.
***
.Doc.Arsip Bagian Dari Novel 'Pualam Cinta' Hal 78.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar