‘Bukankah
waktu terus berjalan dalam putaran semesta kisah cerita kehidupan ini. Dan bukankah
disetiap dari semesta kisah cerita kehidupan ini, merupakan sebuah perputaran bagi
bahan renungan dan kesadaran itu sendiri. Oleh karena itu, tak ada seorangpun yang
bisa menyangkalnya, ataupun mengingkarinya dari hal itu.’
S
|
ementara
itu, ketika kesendirian menikam kerapuhan jiwa yang sepi. Dan gemuruh langit menghantar
kesunyian malam. Di atas pembaringan kasur mungil berwarna biru muda di sudut kamar.
Tampak sekali, jika Betty dengan hati yang tengah dilanda keresahan atas
dorongan pikirannya yang sedang mengembara terbang kemana-mana. Sehingga
membuat sekujur tubuhnya terasa tak enak. Apalagi ditambah dengan suasana malam
semusim hujan yang membentangkan curahan alir air yang begitu derasnya.
Tetapi di
saat waktu menunjukan pukul 21.15 WIB, dirinya merasakan, sepertinya ada sesuatu
yang aneh. Yang akhirnya, mau tidak mau harus bangkit dari pembaringan. Kemudian,
dirinya duduk dengan posisi kedua telapak tangan mengatup tepat diwajahnya,
serta kepala menunduk menghadap pada sebuah salib yang berdiri diatas altar
meja persembahan doa. Lalu…Sambil menarik nafas dalam-dalam dan perlahan-lahan,
Betty pun akhirnya memanjatkan sebuah doa;
“Ya Tuhan
Yesus...Kenapa aku merasakan hal semacam ini? Padahal aku tidak mau kalau
hari-hariku selalu dibayangi oleh cerita masa lalu yang buruk. Jujur, aku lebih
baik hidup sendiri, jika cinta yang telah dibangun, pada akhirnya, haruskah terhenti
menyakitkan. Untuk itu, Ya Tuhan Yesus…Berilah aku kekuatan, agar dapat memilih
pilihan pasangan hidup yang terbaik bagiku selamanya. Amien..Terpujilah namaMu,”
ucap jerit hati Betty sambil kedua telapak tangannya menutup wajahnya.
Kemudian
dirinya bangkit, meskipun sedikit agak tergunjang. Lalu mencoba meraih sebuah catatan-catatan
diarynya. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kembali kisah perjalanan masa
lalunya. Dan perlahan-lahan..Satu-persatu, lembaran diarynya itu ia buka.
Adapun dari
sekian lembaran catatan-catatan itu. Ada satu lembaran catatan yang membuat hati
Betty tiba-tiba terasa sesak, hingga membuat air matanya menetes terurai. Dan
kemudian…
“Maafkan
aku Mike…Aku selama ini telah berbohong kepadamu, soal siapa aku sebenarnya.
Namun dari semua ini, sesungguhnya aku tetap mencintaimu, dan sangat
menginginkan dirimu menjadi pedampingku selamanya. Oh, Tuhan Yesus…Ampunilah
diriku, dan lepaskanlah aku dari cobaan ini,” kata Betty sambil memeluk guling.
Sementara
dari balik jendela kamarnya. Terlihat deras gemericik suara hujan masih
terdengar derainya, seakan menyembunyikan tetes demi tetes airmata yang telah
teruraikan dalam isi hatinya. Sehingga jalan impian yang akan dilalui nantinya,
sepertinya semakin terjal, pelik dan berliku.
Tetapi
dari hal itu…Dalam hatinya yang terdalam, dengan keyakinan penuh rasa optimis, Betty
akhirnya mengambil sebuah keputusan untuk tetap mengalir dalam alur takdir, atas
apa yang telah ditetapkan dariNya. Dan
itupun akan ia jalani, apapun yang akan terjadi nantinya.
Sementara
dengan keputusan hatinya yang demikian itu. Dibawah keremangan temaran
keteduhan lampu dalam kamarnya, Betty akhirnya merapatkan kedua matanya, lalu menangkup
lelap pasrah dalam dekapan sang malam yang bertaburkan semusim derai gemericik
air hujan, hingga jelangnya pagi.
***
.Doc.Arsip Bagian Dari Novel 'Pualam Cinta' Hal 78.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar