Rabu, 06 Februari 2019

DKP, Lahan Sebagai Ajang Perebutan Demensi Kepentingan Dan Kekuasaan (I)

Oleh: MT Mudjaki

Sebentar lagi rakyat bangsa Indonesia akan memasuki pesta demokrasi yang meruang sebuah demensi pemilihan umum (Pemilu) Capres-Cawapres, Legeslatif (DPR/DPRD/DPD; Parlemen), yang akan terselenggarakan pada tanggal 17 April 2019 nanti.

Dari pesta demokrasi ini, tentunya dibutuhkan dan ditentukan peran penting partai politik sebagai motor pengerak dan sekaligus tempat saluran aspirasi publik; pemilih. Yang mana dari hal tersebut, diharapkan dapat lebih banyak memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan memperjuangkan kepentingan sendiri untuk jabatan atau hanya sekedar kekuasaan.

Sementara guna sebagai pemetaan demensi kekuatannya, apakah partai politik dapat mencetak  dan menghasilkan kader-kadernya? baik itu muda maupun tua yang berintegritas dan berkualitas ataupun tidak. Sebab ini merupakan pondasi dan sekaligus kunci sebuah nilai kepercayaan bagi publik; pemilih dalam memberikan dukungan maupun menyalurkan aspirasinya.

Perlu kita tahu, bahwa Demensi Kekuatan Pemilih (DKP) adalah suatu komponen yang akan memberikan sumbangan bagi dukungan hingga aspirasinya terhadap kandidat Capres-Cawapres, legislatif partai maupun system kepartaian, baik material, moril maupun suara. Dan secara psikologis dapat memperkuat elekstabilitas, dan juga mengidentitaskan sebuah bentuk intermediasi politik. Namun dari hal ini, sebagai pertimbangannya dapat dilihat dari aspek tolak ukur dukungan; loyalitasnya.

Lalu sejauh mana aspek tolak ukur dukungan; loyalitasnya?

Adapun dari aspek tolak ukur dukungan; loyalitasnya pada DKP tersebut biasanya terletak pada diri kader; figur tokoh/pemimpin  yang dijagokan dan diusung oleh partai politik. Dari hal inilah yang akan menjadi lahan sebagi ajang perebutan kepentingan dan kekuasaan.
Ditilik dari perkembangan terselenggaranya pesta demokrasi sejak era Reformasi secara langsung dan bebas memilih hingga saat ini, grafik tingkat DKP cenderung melihat kader figur tokoh/pemimpin muda dibandingkan yang tua. Sebab kader figur tokoh/pemimpin muda lebih agresif, idealis dan sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Serta juga sebagai bentuk ikatan emosional dan magnet rasional. Meski pada titik hasil realitanya, kader figur tokoh/pemimpin tua masih mendominasi.

Sementara kecenderungan aspek dukungan; loyalitas DKP ini akan semakin kuat, dominan dan sukses dapat teraih. Pada dasarnya tidak lepas dari peran dan fungsi gerak motor partai. Karena secara teknik, system dan srata (strategi taktik), gerak motor partai itulah yang tahu dan yang menentukan siapa kader figur tokoh/pemimpin yang memiliki integritas, berkualitas dan dapat menyakinkan ekspose publik.

Dengan hal tersebut, menunjukan sebagai bagian dari wujud identitas diri politik dan juga penghubung kendali massa, guna dalam meraup perolehan suara.


.Doc.Arsip: MTM/’Reality&Independent’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar