Jumat, 13 November 2015

Jangan Jadikan Pilkada Sebagai Ajang Kosumsi Politik Amunisi Dan Gizi Sesaat



Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik secara langsung maupun serentak pelaksanaannya, tidak ubahnya seperti juga dalam pemilihan presiden ataupun anggota legislatif (MPR-DPR RI/D). Dimana rakyat pada akhirnya hanya sebagai tempat / wadahnya sebuah bidikan / target Partai Politik (Parpol) sebatas dalam perolehan nilai hitungan, dan penentu suara. Bahkan hal tersebut juga sebagai ajang kosumsi politik amunisi dan gizi sesaat. Artinya, ketika dalam penyelenggaraan hingga pada akhirnya, semata-mata berorentasi pada guliran euphoria; sebatas tebaran sembako dan uang saja.

Perlu untuk diketahui, bahwasannya apapun sistem penataan dan penyelenggaraan pemilu pada demokrasi modern yang berpijak dalam kerangka pigura paham kebangsaan dan keragaman, tentunya menjadi suatu landasan moral dengan menjunjung nilai-nilai kerakyatan yang berkeadilan, beradab, bermartabat dan berbudaya. Serta berpijak melakukan penetapan sebagai pejuang, penyambung lidah suara rakyat, dan sekaligus pemegang amanat bagi kepentingan; kesejahteraan rakyat. Hal itu merupakan domain dilihat dari esensi dan absolute tidak boleh untuk dilanggar oleh siapapun, termasuk penganut paham tersebut. Namun kenyataannya, apakah ketika telah menjadi seorang pemimpin/ kepala daerah / penyelengara negara, sudahkah menanamkan niat dan tekad berjuang untuk / demi rakyat?

Sementara, banyak Partai Politik (ParPol) yang diiringi gagasan, tertuang visi misi dan tertebar janji-janji, serta program-progam; katanya untuk / demi kepentingan rakyat. Namun tanpa disadari dan tahu ataupun tidak, logikanya dengan bermunculnya banyak parpol akan menambah besarnya cost yang dikeluarkan guna mendapatkan dukungan dan pilihan bagi calon yang diusung, atau belum lagi pada saat antar parpol berkoalisi dengan parpol lain. Dan tentu pada inti dasarnya adalah bagaimana calon yang diusung-dukung tersebut untuk dapat jadi / berhasil goal duduk menjadi pemimpin / kepala daerah.

Dan ironisnya, manakala dalam pelaksanaan pemilihan terjadi dua kali masa putaran. Hal ini tentunya menjadikan grafik tingkat pengawasan Negara dalam penggunaan anggaran semakin ketat, serta dapat / akan mempengaruhi kondisi ekonomi yang pada saat ini dalam fase recovery (Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, red) masih tarap kembang kempis dan belum mampu mendongkrak senigfikan perekonomian negara secara global.

Dampaknya anggaran-anggaran negara perlu melakukan lebih orientatif, efesien, efektif dan selektif. Disamping itu juga dalam sistem penyelenggaraan, tatanan aturan, dan pengawasan, baik dari KPU, Bawaslu dan beserta jajarannya ke bawah. Sebab masih belum dapat menjalankan secara optimal dan maksimal (baik secara tekhnik pengawasan dan kewenangan, red), yang mana ketika terjadi kerancuan / ketimpangan dalam pendistribusian kertas / kotak suara, penyelewengan anggaran dan kecurangan pada saat / akhir penghitungan suara. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah perundang-undangan dan aturan main yang sehat, jelas, tegas dan terukur. Serta juga dapat merekrutmen perangkat SDM yang memiliki integritas, independen dan netralitas.

.Perlu Pengawasan Dan Partisipasi Berbagai Pihak.

Adapun untuk tahun 2015 ini diketahui dalam penyelenggaraan Pilkada akan diadakan serentak, yakni pada 09 Desember 2015. Maka dari itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah yang dilansir dari berbagai media, (termasuk www.gemadesa.com, red) pada saat menyelenggarakan acara serta sosialisasi Bimbingan Teknis Pengawasan Partisipatif Dalam Pemilihan Bupati / Walikota Tahun 2015, Selasa (21/04/2015) lalu. Dimana hal itu guna membuka wawasan dan kesadaran, serta mengantisipasi dan meminimalisir adanya bentuk kecurangan maupun pelanggaran. Apalagi Ketua Bawaslu Jawa Tengah, Abhan Misbah SH menyatakan, bahwa selama ini penyelenggaraan dan pengawasan dalam pemilu kurang maksimal, dikarenakan kewenangan panwas kurang maksimal. Ditambah lagi peran partisipasi masyarakat enggan untuk melaporkan jika terjadi atau mengetahui pelanggaran. Untuk itu dukungan dan partisipasi masyarakat, Ormas, atau berbagai pihak bisa lebih maksimal.

Disamping itu juga, dan yang lebih penting adalah calon-calon pasangan Walkot / Walbut masing-masing yang diusung-dukung haruslah komitmen dan konsisten, yaitu dapat saling menghormati, menerima dan legowo, manakala terjadi kalah atau menang pada saat hasil akhir pemilihan.

Dari pernyataan hal tersebut, merupakan bagian dari bentuk warning, evaluasi, pembenahan dan juga harapan, agar dalam penyelenggaraan pilkada dapat berjalan tertib, kondusif, aman, lancar dan sukses. Serta dapat menghasilkan  kepala daerah yang kredibel, amanah, dan tentunya membawa kesejahteraan bagi kepentingan masyarakat luas; bukan kepentingan tim-tim suksesnya.

.Doc: Artikel karya MT Mudjaki/GD/Media Network Jateng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar