Jumat, 06 Januari 2017

Kemenkeu: “Kebijakan Kenaikan Tarif STNK Dan BPKB, 92 % Dikembalikan Untuk Masyarakat”

Jakarta – Dalam kesimpang siuran hingga menjadi polemik ditengah-tengah masyarakat soal kebijakan kenaikan tarif STNK dan BPKB, pada akhirnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali buka suara soal kebijakan pemerintah tersebut.

Adapun untuk menaikkan tarif administrasi kendaraan bermotor itu, melalui Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menjelaskan, bahwa pertimbangan utama kenaikan tarif pengurusan dokumen kendaraan termasuk surat tanda nomor kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaran Bermotor (BPKB) dan pelat nomor kendaraan adalah demi peningkatan pelayanan yang berlaku per Jumat (06/01/2017) ini.

Kemudian Askolani menyebutkan, untuk prosentasenya 92% dari seluruh tarif yang masuk melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yakni digunakan sebagai kompensasi pelayanan di kepolisian. Dan sisanya, 8% dari seluruh PNBP yang didapat akan disetor ke dalam penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), saat di Kantor Staf Presiden, Jumat (06/01). 

“Artinya, penerimaan ini akan berbaur dengan sumber penerimaan negara lainnya untuk membiayai berbagai macam keperluan, termasuk pendidikan dan pelayanan publik lainnya. Dan hal ini, tentunya kembali untuk kepentingan masyarakat, tidak digunakan untuk yang lain. Dan hanya boleh digunakan untuk kegiatan pelayanan PNBP," tutur Askolani.

Selanjutnya dirinya menegaskan, bahwa kebijakan penyesuaian tarif ini sudah dilakukan melalui pembahasan dan telah dikaji mendalam dari lintas kementerian dan lembaga, seperti Kemenkeu, Polri, Badan Anggaran DPR, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Jadi dari semua lintas tersebut memberi masukan soal kebijakan penyesuaian tarif PNBP. Dimana, nihilnya penyesuaian tarif sejak 2010 lalu. Disamping hal itu, kepada pemerintah untuk dapat melakukan penyesuaian sejumlah pungutan tarif yang dipandang bisa dipungut secara akuntabel,” urainya. 

Tak hanya itu saja, bahwa kebijakan ini juga berlatar atas hasil audit BPK yang menemukan masih adanya kelemahan dan kekurangan dalam penetapan pemungutan. Hal inilah akhirnya revisi tarif ini dilakukan.

“Dan perlu kita tahu, untuk biaya BPKB itu 5 tahun sekali diterbitkan. Jadi bukan 1 tahun sekali," kata Askolani mengakhiri pembicaraan.

.Doc: MTM/Rep/Line Media/GD-N/Media Network Jateng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar