Rabu, 04 Desember 2013

Masalah Korupsi, Indonesia Peringkat 144 (32) Dunia



Den Haag - Masalah korupsi di Indonesia masih tetap memprihatinkan, dibandingkan dengan negara Brunei, Malaysia, Philipina yang jauh lebih baik.

Sementara Singapura sudah sejajar dengan negara-negara Barat papan atas. Demikian data peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2013 yang dipublikasikan Transparency International (TI), sebuah lembaga independen yang mengukur persepsi korupsi sektor publik, Rabu (4/12/2013).

Dalam IPK, Indonesia menempati ranking 114, berbagi posisi bersama Mesir dengan nilai 32, alias stagnan atau sama dengan capaian tahun sebelumnya (2012). Sedangkan 3 negara menduduki posisi 175 (nilai 8) yakni Afghanistan, Korea Utara dan Somalia.

Di banding negara-negara ASEAN lainnya, ranking Indonesia jauh di bawah negara-negara berikut ini, yang turut-turut dengan ranking dan nilai (dalam kurung): Singapura 5 (86), Brunei 38 (60), Malaysia 53 (50), Philipina 94 (36), dan Thailand 102 (35), namun masih di atas Vietnam 116 (31), Laos 140 (26), Myanmar 157 (21), dan Kambodia 160 (20), Singapura di ranking 5 (nilai 86) sejajar dengan negara-negara Barat lainnya. Adapun sepuluh besar peringkat negara terbersih adalah Denmark (91), Selandia Baru (91), Finlandia (89), Swedia (89), Norwegia (86), Singapura (86), Swiss (85), Belanda (83), Australia (81), Kanada (81).

TI menyusun peringkat tersebut terhadap 177 negara menurut nilai mulai dari 0 sampai 100, di mana nilai 100 berarti suatu negara sepenuhnya bebas korupsi dan nilai 0 berarti negara tersebut sangat korup. Meskipun demikian, dari pemeringkatan ini tidak ada negara yang meraih nilai sempurna 100, sementara 60% dari negara-negara tersebut memperoleh nilai di bawah 50.

TI menyatakan bahwa korupsi tetap merupakan ancaman global. IPK 2013 ini disusun sebagai pengingat, bahwa penyalahgunaan kekuasaan, transaksi rahasia dan penyuapan terus merusak masyarakat di seluruh dunia.

"Hal ini menunjukkan masalah korupsi sangat serius di seluruh dunia. Dunia sangat membutuhkan upaya baru untuk menindak pencucian uang, membersihkan keuangan politik, mengejar pengembalian aset curian dan membangun lembaga-lembaga publik lebih transparan," demikian TI.

.LIND@Ant/Dtk/J.21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar