Kamis, 12 Juni 2014

Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie: “Penentuan Presiden Dan Wakil Presiden Terpilih, KPU Tak Perlu Meminta Penafsiran Ke MK”



JAKARTA - Dalam regulasi penentuan presiden dan wakil presiden terpilih, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak perlu meminta penafsiran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, KPU cukup mendiskusikannya dengan kedua tim pasangan capres, dan menegaskan dalam peraturan KPU. 


Apalagi, hingga saat ini KPU belum memutuskan regulasi yang akan dipakai dalam menentukan presiden dan wakil presiden terpilih. Oleh karena itu KPU di hadapkan pada aturan konstitusi dan UU Pilpres menyangkut syarat yang harus dipenuhi presiden dan wapres terpilih.

Pada pasal 6A UUD 1945 menyebutkan, mengenai syarat menentukan presiden dan wapres terpilih. Yaitu, yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilih umum dengan sedikitnya 20 persen di setiap provinsi. Suara itu tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Adapun regulasi soal suara di provinsi juga tertuang dalam UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres. Dalam pasal 159 ayat 1 disebutkan, pasangan calon terpilih mesti memperoleh suara lebih dari 50 persen dan harus memperoleh sedikitnya 20 persen suara di setidaknya separuh dari total provinsi di Indonesia.

"MK tidak bisa memberi fatwa, hanya bisa menerima perkara. Jadi lebih baik KPU undang kedua pasangan tim sebelum pemungutan suara, dan tegaskan dalam PKPU," kata Jimly, di kantor DKPP, Jakarta, Kamis (12/06/2014).

Selanjutnya mantan Jimly mengatakan, setelah mendiskusikan dengan kedua tim pasangan capres, KPU langsung menuangkan kebijakannya dalam peraturan. Meski langkah tersebut tidak menutup kemungkinan digugat, namun merupakan alternatif paling tepat.

Sebab, lanjut Jimly, terjadinya perdebatan mengenai aturan tersebut karena semua ahli memiliki cara menafsirkan sendiri. Padahal membaca konstitusi seharusnya disesuaikan dengan kondisi terkini.

"Sekarang hanya ada dua pasangan calon, anggaplah satu pasangan suaranya hanya banyak di Pulau Jawa saja. Lalu kalau diulang putaran kedua apakah akan berubah, " ungkap Jimly.

Sementara Komisioner Ida Budhiati mengatakan, KPU menyiapkan dua alternatif. Pertama, mengajukan uji tafsir ke MK tentang aturan penentuan presiden dan wakil presiden yang tertuang dalam UUD 1945 dan UU Pilpres Nomor 42/2008. Kedua, akan menegaskan dalam peraturan KPU sebagai kekuatan hukum yang akan dipakai dalam penentuan hasil pilpres. Artinya, KPU akan merevisi Peraturan KPU nomor 21/2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Serta Penetapan Pasangan Capres dan Wapres Terpilih 2014.

.Lind@Ant/Rep/JMP-21. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar