Jakarta
- Dugaan kasus suap yang menjerat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil
Mochtar, serta adanya pengakuan eks calon kepala daerah soal suap di MK dinilai
jamak terjadi. Menurut pengamat hukum tata negara Refly Harun membeberkan ada 4
modus suap yang terjadi. Adapun modus itu adalah;
"Pertama
dari sejak permohonan masuk, hakim yang bersangkutan sudah tahu kalau
permohonan ini akan ditolak. Karena itu, biasanya yang rentan diperas itu
pemenang," kata Refly Harun dalam diskusi 'Pilkada dalam Pusaran Kalkulator MK' di Kopi Tiam Jalan Veteran,
Jakpus, Minggu (13/10/2013).
Refly mencontohkan ada perkara di salah satu daerah yang sebenarnya sudah kedaluwarsa lebih dari 3 hari, tapi tetap bisa diproses dengan alasan sebelumnya dihalangi oleh KPU. Permohonannya kemudian diterima dan digelar sidang.
"Metode kedua, pemenangnya paranoid meski sudah tahu bisa menang. Untuk pertahankan kemenangan di MK maka harus bayar, ini yang terjadi oleh Pak Hambit Bintih. Bisa jadi berinisiatif atau diperas," tuturnya.
Modus ketiga adalah hasil sengketa sudah diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim dan pemenangnya sudah diketahui. "Pemenangnya diperas," lanjutnya.
"Modus atau metode keempat, perlu upaya ekstra dengan balikkan keadaannya, yang menang jadi kalah, yang kalah jadi menang. Di sini sukar untuk mengatakan hakim lain tak terlibat," ucap pengamat yang pernah berseteru dengan Akil itu.
Namun, soal modus atau metode suap di mahkamah yang keputusannya final dan mengikat itu hanyalah dugaan. Refly menyatakan, biarlah lembaga hukum yang membuktikan.
"Kita biarkan KPK melakukan penyidikan, tapi tak bisa hanya batas kasus Pilkada Lebak dan Gunung Mas saja. Dan ternyata uang suap itu faktanya perusahaan Pak AM tampung ratusan miliar," ucapnya mengakhiri.
Refly mencontohkan ada perkara di salah satu daerah yang sebenarnya sudah kedaluwarsa lebih dari 3 hari, tapi tetap bisa diproses dengan alasan sebelumnya dihalangi oleh KPU. Permohonannya kemudian diterima dan digelar sidang.
"Metode kedua, pemenangnya paranoid meski sudah tahu bisa menang. Untuk pertahankan kemenangan di MK maka harus bayar, ini yang terjadi oleh Pak Hambit Bintih. Bisa jadi berinisiatif atau diperas," tuturnya.
Modus ketiga adalah hasil sengketa sudah diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim dan pemenangnya sudah diketahui. "Pemenangnya diperas," lanjutnya.
"Modus atau metode keempat, perlu upaya ekstra dengan balikkan keadaannya, yang menang jadi kalah, yang kalah jadi menang. Di sini sukar untuk mengatakan hakim lain tak terlibat," ucap pengamat yang pernah berseteru dengan Akil itu.
Namun, soal modus atau metode suap di mahkamah yang keputusannya final dan mengikat itu hanyalah dugaan. Refly menyatakan, biarlah lembaga hukum yang membuktikan.
"Kita biarkan KPK melakukan penyidikan, tapi tak bisa hanya batas kasus Pilkada Lebak dan Gunung Mas saja. Dan ternyata uang suap itu faktanya perusahaan Pak AM tampung ratusan miliar," ucapnya mengakhiri.
.LIND@Dtk/MN/J.21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar