Melihat dan merasakan kenyataan
menuju kembalinya sebuah kesadaran (mawas diri), bagi seorang MT. Mudjaki
sangat perlu dan tetap untuk dilakukan. Bahkan disampaikan pada kalayak umum. Meskipun
hanya dalam bentuk tulisan karya wujud puisi. Karna hal ini, baginya merupakan
bagian kehidupan yang hidup sampai menuai tujuan hidup yang sebenarnya. Meski harus
meninggalkan tubuh/jiwa itu sendiri. Oleh karena itu, saya sebagai sahabat
tidak merasa heran, jika kebanyakan karya-karyanya banyak memiliki kandungan
dan energy yang begitu dalam, meski ditulis dengan penuangan sangat sederhana
sekalipun. Untuk itu, saya ingin mengambil dua puisi karyanya yang berjudul: ‘Tanah
I’ dan ‘Tanah II’. Semoga dapat menjadi bahan/bagian renungan buat diri kita.
(EG, 06/10/2013 - Jakarta)
Tanah I
Karya:
MT. Mudjaki
Tanah meminta aku untuk
berpijak
Menapaki hamparan keinginan
Tersaji kenikmatan
Berbaur kemuliaan
Tanah meminta aku untuk
kembali
Merapuhkan perhelatan kehidupan
Terselimuti kesunyian
Bersetubuh kematian
Tanah meminta aku untuk tau
diri
Diam, berfikir dan merenungi
Setiap jengkal yang terlalui
Pada batas persimpangan jalan
Hingga di pintu gerbang akhir
nanti
.Tampomas Dlm, 21/06/98 - Semarang
Tanah II
Karya:
MT. Mudjaki
Tanah…
Kelembabanmu ‘tlah melumatkan
keangkuhanku
Tanah…
Kehangatanmu ‘tlah mendamaikan
tidurku
Tanah…
Kepekatanmu ‘tlah melabuhkan
hatiku
Tanah…
Kekeringanmu ‘tlah meluluhkan
airmataku
Tanah…
Kesuburanmu ‘tlah merebahkan
ragaku
Tersujud
dalam do’a; bersyukur
.Tampomas Dlm III, 23/06/11 - Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar