Minggu, 13 Maret 2016

Kemenpupera Siap Hadapi Gugatan UU Tapera Dari Pihak Luar



Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) melalui Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kemenpupera Maurin Sitorus menyatakan, kesiapannya menghadapi kemungkinan adanya gugatan terhadap Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) ke Mahkamah Konstitusi (MK).


"Kita dan DPR siap untuk mempertahankan UU Tapera apabila di kemudian hari adanya gugatan dari pihak luar," kata Maurin Sitorus, Kamis (09/03/2016).

Selanjutnya, dirinya mengatakan, UU Tapera merupakan amanat dari Undang-Undang No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam rangka mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR). Dalam pelaksanaannya, dibutuhkan dana sekitar Rp.500 triliun per tahun untuk pembiayaan perumahan.

Sementara diperkirakan dana awal yang dapat terkumpul dalam Tapera hanya sebesar Rp.50 triliun. Karenanya, keberadaan Tapera akan banyak membantu menambah biaya penyediaan perumahan ketimbang tidak ada sama sekali.

Ke depan, pembelian rumah oleh masyarakat akan semakin sulit dari saat ini, bahkan tidak bisa ditangani dalam jangka waktu pendek. Itulah dasar pemerintah menggulirkan program Tapera dan Sejuta Rumah.

“Dalam melihat masalah perumahan kita harus memperluas wawasan seperti apakah masalah perumahan itu,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy telah menyatakan berniat tetap membantu mewujudkan program sejuta rumah dari sisi pengembang.

"Memang untungnya sedikit, tapi ini adalah suatu kewajiban dan kita juga melihat ada potensi bisnis di situ. Namun dari hal tersebut, ia dan anggotanya pun berjanji turut membangun rumah murah untuk MBR." kata Eddy menyakinkan.


.Perumahan Bersubsidi Dibangun Bukan Untuk Investasi.

Sementara banyak diketahui, perumahan bersubsidi hampir tidak tepat sasaran bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Namun rata-rata kebanyakan perumbahan bersubsidi tersebut, dijadikan untuk investasi.

Dari hal itu, tentunya subtansi imagenya perumahan bersubsidi dibangun akan berubah bukan lagi sebagai/untuk MBR, tapi menjadi rumah investasi bagi Masyarakan Berpenghasilan Tinggi (MBT) atau bermodal.

Oleh karena itu melalui Deputi Bidang Pembiayaan Sri Hartoyo, Kamis (26/06/2014) mengatakan, bahwa Kemenpupera meminta kepada masyarakat yang telah memiliki rumah bersubsidi dari pemerintah untuk tidak menjualnya kepada orang lain.

Pasalnya, rumah bersubsidi bukan dibangun untuk investasi, melainkan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Untuk itu kami berharap masyarakat tidak menjual rumah bersubsidi yang telah dimilikinya. Sebab, pasokan rumah bersubsidi saat ini masuh belum mampu mencukupi kebutuhan rumah masyarakat yang terus meningkat setiap tahunnya,” ujarnya.

Selanjutnya Sri Hartoyo menyatakan, pihaknya tidak memungkiri adanya pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan menginvestasikan uangnya dengan membeli rumah bersubsidi yang harganya murah.
Jika hal tersebut terjadi, tentunya sangat merugikan karena masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang menjadi sasaran pembangunan rumah bersubsidi malah tidak dapat membeli rumah bersubsidi tersebut.

“Rumah bersubsidi itu bukan untuk investasi masyarakat yang memiliki modal besar, tapi untuk membantu mereka yang berpenghasilan rendah agar dapat memiliki rumah yang layak huni,” jelasnya.

Untuk mendorong daya beli MBR terhadap rumah bersubsidi tersebut, Kemenpera mendorong agar masyarakat bisa memanfaatkan KPR dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang suku bunganya sangat rendah yakni 7,25 persen dan angsuran ringan dan tetap selama masa tenor angsuran.

“Masyarakat harus benar-benar memanfaatkan rumah subsidi untuk penghunian dan tidak menjual rumah tersebut, karena pemerintah juga telah membuat sanksi-sanksi pada masyarakat yang melakukan pengalihan rumah subsidi yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah,” tandasnya.

Lebih lanjut Sri Hartoyo menerangkan, ke depan apabila masyarakat benar-benar terpaksa menjual rumah bersubsidi tersebut maka mereka harus menjualnya kembali melalui pemerintah.

Hal ini untuk mengendalikan harga jual rumah subsidi dan  menjaga agar peruntukan rumah subsidi memang benar-benar tepat sasaran.

Sri Hartoyo menerangkan, rumah bersubsidi dari pemerintah baik itu rumah tapak maupun rumah susun hanya dapat disewakan dan atau dialihkan kepemilikannya dengan beberapa alasan, yakni:
  1. Adanya pewarisan.
  2. Rumah subsidi untuk rumah tapak tersebut telah dihuni lebih dari lima tahun.
  3. Untuk satuan Rusun setidaknya telah dihuni lebih dari 20 tahun.
  4. Pindah tempat tinggal akibat peningkatan sosial ekonomi.
  5. Untuk kepentingan bank pelaksana dalam rangka penyelesaian kredit atau pembiayaan bermasalah.
Kemenpera dan bank penyalur dana KPR FLPP akan melakukan verifikasi ke lapangan (Sidak, red) guna melihat kelayakan kredit yang disalurkan serta ketepatan sasaran rumah bersubsidi tersebut.
Jadi apabila ada masyarakat yang menyalahgunakan bantuan pembiayaan KPR FLPP dari pemerintah maka mereka akan dikenakan sanksi dari pemerintah.

Adapun sanksi bagi masyarakat yang melanggar ketentuan pengalihan rumah, maka mereka akan dikenakan sanksi berupa, diantaranya: 1. Pembatalan jual beli rumah ke pengadilan, 2. Rumah tersebut akan diambil alih oleh pemerintah, dengan harga penggantian sesuai harga perolehan awal, 3. Mengembalikan kemudahan/bantuan pemerintah, dan 4. Sanksi pidana sesuai Pasal 152 UU Nomor: 01 Tahun 2011 dan Pasal 115 UU Nomor 20 tahun 2011.

.Doc:MTM/Ant/Rep/Hms/Media Network Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar